Rabu, 25 Maret 2015

Makalah Trypanosoma Rhodesiense

Mata Kuliah       :        Parasitologi
Dosen                 :        Sulasmi, SKM.,M.Kes.
Trypanosoma Rhodesiense



DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 14 :

ASMILA WARNI                         PO.71.3.221.13.1.008
MUH. ASHAR                              PO.71.3.221.13.1.028
SYAMSINAR N.                          PO.71.3.221.13.1.049


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D-IV
2014


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Trypanosoma rhodesiense” dengan baik walaupun dalam bentuk yang sederhana.  
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang mengajarkan mata kuliah Parasitologi yang telah memberikan bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan tugas ini, selanjutnya ucapan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu saya dalam mengerjakan tugas ini sampai selesai.
Saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak, sebagai masukan bagi saya dan jadikan tambahan pengetahuan dan pengalaman untuk pembuatan makalah berikutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Makassar, 14 April 2014


Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................     i
DAFTAR ISI .....................................................................................................    ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................   1
A.    Latar Belakang ......................................................................................     1
B.     Tujuan ...................................................................................................     1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................    2
A.    Sejarah ..................................................................................................     2
B.     Penyebaran ............................................................................................     3
C.     Taksonomi ............................................................................................     3
D.    Morfologi ..............................................................................................     4
E.     Habitat ...................................................................................................     4
F.      Siklus Hidup .........................................................................................     5
G.    Penyebab Penyakit ................................................................................     6
H.    Pencegahan ............................................................................................     8
BAB III PENUTUP ..........................................................................................    10
A.    Kesimpulan ...........................................................................................     10
B.     Saran ......................................................................................................     10
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

            Anggota dari genus Trypanosoma dengan satu perkecualian heteroksenosa dan ditularkan oleh invertebrate penghisap darah. Mereka dapat berbentuk amastigophora, Promastigophora, Epimastigophora dan Tripomastigophora dalam siklus hidupnya. Mereka terdapat pada semua kelas vertebrata. Mereka merupakan parasit dari system sirkulasi dan cairan jaringan, tetapi beberapa dapat menginfeksi sel. Sekitar 200 jenis telah diberi nama. Sebagian besar tidak pathogen, tetapi parasit yang terdapat pada ternak dan juga manusia. Genus Trypanosoma terdapat didaerah tropis, menyebabkan penyakit tidur di daerah Afrika Tengah, nagana pada ternak di Afrika, Surra pada ternak di Asia dan Afrika dan sejumlah penyakit lainnya pada ternak. Trypanosoma telah menghambat peningkatan ternak pada daratan seluas kurang lebih 4,5 juta acre di Afrika tengah dan merupakan penyebab utama dari Kwashiorkor yang disebabkan tidak cukupnya protein dalam makanan dari berjuta-juta anak di Afrika. Famili Trypanosomomatiadae hanya memiliki dua dari Sembilan genus.Anggota dari familia ini memiliki bentuk seperti daun atau kadang-kadang berbentuk bulat berisi satu inti. Mereka juga memiliki Golgi apparatus, lisosom, Retikulum Endoplasmik, Ribosom serta memiliki vesikula. Trypanosoma brucei rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma brucei gabiensis. Penyakit ini dapat mengakibatkan fatal setelah 9 sampai 12 bulan terinfeksi. Efeknya pada sistem syaraf berupa penurunan nafsu makan, dan gangguan mental. Penyakit ini jarang dalam bentuk kronis (dalam jangka waktu lama)' karena menyerang ginjal, dan otot-otot jantung yang dampaknya sangat fatal bagi kelangsungan hidup penderita. 

B.       Tujuan

1.      Dapat mengetahui sejarah dan penyebaran dari Trypanosoma rhodesiense.
2.      Dapat mengetahui taksonomi, morfologi, serta habitat Trypanosoma rhodesiense.
3.      Dapat mengetahu siklus hidup, penyebab penyakit dan cara mencegah Trypanosoma rhodesiense.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah
Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma  gambiense, morfologinya sulit dibedakan. Stephans dan fantham pada tahun 1910 menemukan Trypanosoma rhodesiense dalam darah seorang pasien penyakit tidur. Mereka membedakannya dari Trypanosoma gambiense berdasarkan vektor penularnya, virulensinya dalam tikus, dan ditemukannya varian morfologi yang belum ada pada Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma rhodesiense atau penyakit tidur Afrika Timur distribusinya lebih terbatas daripada Trypanosoma gambiense, yaitu ditemukan di Afrika Timur bagian tengah. Infeksinya lebih cepat fatal daripada infeksi Trypanosoma gambiense, dan binatang buruan seperti rusa semak (bushbuck) merupakan hospes reservoar alamiahnya.
Gambar 1. Lalat tsetse.
Menurut perkiraan baru-baru ini, tahun-tahun kehidupan cacat disesuaikan (9 sampai 10 tahun) (DALYs) hilang karena penyakit tidur adalah 2,0 juta.
Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 60 juta orang yang tinggal di sekitar 250 lokasi beresiko tertular penyakit, dan ada sekitar 300.000 kasus baru setiap tahun.
Penyakit ini telah dicatat sebagai terjadi di 36 negara, semua di sub-Sahara Afrika. Hal ini endemik di tenggara barat Uganda dan Kenya dan membunuh lebih dari 40.000 Afrika tahun.
Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
B.  Penyebaran

Penyakit ini menyebar didaerah tropis benua Afrika antara 150LU dan 200LS, sesuai dengan daerah penyebaran lalat tsetse. Di daerah endemis 0,1% - 2% penduduk terineksi. Pada saat terjadi KB prevalensi penyakit ini bisa mencapai 70%. KLB dapat terjadi apabila karena sesuatu hal terjadi peningkatan intensitas kontak antara manusia dan lalat tsetse atau strain tripanosoma yang virulen masuk kedaerah dimana densitas lalat tsetse sangat padat. Masuknya strain virulen dimungkinkan oleh karena adanya pergerakan hospes manusia atau lalat tsetse yang terinfeksi ke suatu daerah. Lalat Glossina palpalis merupakan vector utama, dibagian barat dan bagian tengah Afrika. Infeksi biasanya terjadi disepanjang aliran sungai atau anak sungai yang berbatasan dengan daerah yang berhutan.
Di Afrika bagian timur dan danau victoria vector utamanya adalah kelompok G. Morsitans, infeksi terjadi didaerah savana yang kering.
G. fuscipes yang termasuk dalam kelompok palpalis merupakan vector penular penyakit pada saat KLB penyakit tidur jenis rhodiense yang terjadi di Kenya dan Zaire dan vector ini juga sejak tahun 1976 diketahui sebagai vector pada penularan peridomestik di Uganda.



C.      Taksonomi
Taksonomi lalat tsetse yang menyebabkan Trypanosoma rhodesiense :   
Kingdom  : animalia
Filum        : arthropoda
Kelas        : insecta
Ordo         : diptera
Famili       : glossinidae (theoblad, 1903)
Genus       : wiedemann, 1830)
Spesies     : Trypanosoma rhodesiense
D.      Morfologi
 Morfologi Trypanosoma mempunyai ukuran 14-33 x 1,5-3,5 µm (rata-rata 15-20 µm) Membran bergelombang terdapat pada seluruh tubuh, mempunyai 1 flagella pada ujung anterior, kinetoplas letaknya lebih ke posterior dekat axonema, letak nukleus di tengah-tengah atau sentral. Bentuk ini terdapat di dalam tuan rumah perantara maupun sebenarnya. Trypanosoma masuk didalam tuan rumah perantara pada waktu mengisap darah sebagai makanannya. Di dalam tubuh manusia Trypanosoma hidup ekstra sellul¬er di dalam darah, limfe dan cairan otak. Terdapat granula spesifik, tidak berwarna, bergerak aktif, berkembang biak membe¬lah memanjang, bila diwarnai dengan Giemsa atau Wright, inti akan ber¬warna merah udang, dan sitoplasma berwarna biru. Bentuk kritidia berukuran 15-20 µm (rata-rata 15 µm). Membran bergelombang terdapat pada bagian tubuh kean¬terior, kinetoplas letaknya lebih ketengah dengan axonema, letak nukleus di tengah-tengah, terdapat granula spesifik (seperti trypanosoma). Terdapat sebagai stadium sementara pada lalat Genus glossina untuk T.gambiense, T.rhodesiense, sedangkan untuk T.cruzi adalah serangga Genus triatoma. Berkembang biak membelah dua dan memanjang, dan di dalam kelenjar ludah lalat glossina tadi, kritidia tersebut mengalami metamorfose menjadi trypanosoma yang siap ditularkan.


E. Habitat
T.b. gambiense, manusia merupakan reservoir utama, sedangkan peranan binatang peliharaan dan binatang buas sebagai reservoir tidak jelas. Binatang buas terutama babi hutan dan sapi peliharaan merupakan reservoir utamaT.b. rhodiense. Adapun habitatnya berada dalam darah.

F.   Siklus Hidup
 
Gambar 2. Siklus hidup lalat tsetse.

Lalat tsetse menjalani metamorfosis sempurna yang terdiri 4 fase :Fase telur, larva belatung ( maggot ), kepompong, dan lalat dewasa. Jika diamati secara seksama dan kemudian dibandingkan dengan siklus hidup lalat lain, siklus hidup dari lalat tsetse biasa dikatakan unik. Contoh keunikan dari siklus hidup lalat tsetse adalah saat sudah wktunya bertelur, induk lalat tsetse akan tetap menyimpan telur tersebut di dalam tubuhnya sehingga menetas menjadi larva yang baru menetas tersebut tetap berada di dalam tubuh induknya dan hidup dengan mengkomsumsi senyawa mirip cairan susu yang dihasilkan oleh kelenjar induknya.
Jika larva sudah memasuki ukuran tertentu, barulah larva lalat tsetse keluar dari tubuh induknya dan “lahir” ke dunia. Masa hidup larva di dunia relatif singkat karena hanyya dalam waktu beberapa jam usai keluar dari tubuh induknya, larva lalat tsetse segera mencari tempat yang terlindung untuk berubah menjadi pupa. Masa pupa atau kepompong berlangsung selama beberapa hari dan sesudah itu lalat tsetse dewasa akan keluar. Di fase dewasa ini, lalat tsetse hanya hidup dari mengisap darah mamalia dan bisahidup hingga usia 4 bulan.

G. Penyebab Penyakit
  Tidur adalah keadaan dimana kita merelaksasikan semua organ tubuh yang lelah. Hampir semua manusia menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya dengan tidur. Tidur bukan saja karena kelelahan tetapi juga karena kebiasaan dan pola hidup.
Penyebab penyakit adalah Trypanosoma brucei gambiense dan T.b. rhodesiense,flagelata darah. Kriteria untuk diferensiasi spesies tidaklah mutlak; isolat yang diambil dari kasus virulen dengan perjalanan penyakit yang sangat progresif dianggap sebagai  T. B rhodesiense, terutama apabila infeksi terjadi di Afrika bagian timur. Sedangkan jika infeksi didapatkan di Afrika bagian barat dan tengah, biasanya perjalanan penyakit lebih kronis biasanya disebabkan oleh T.b. gambiense.
Penyakit ini disebut African trypanosomiasisatau nama lainnya penyakit tidur. Penyakit ini adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan disebabkan oleh protozoatrypanosoma yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan lalat tsetse. Lalat tsetse adalah salah satu spesies lalat yang menghisap darah mamalia.
                   
Gambar 3. Penyebaran penyakit.                    Gambar 4. Orang yang terkena penyakit trypanosomiasis.
Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
Gigitan lalat ini menyebabkan rasa sakit dan bengkak merah di bekas gigitan. Infeksi ini akan menyebar melalui darah dan mengakibatkan gejala awal demam, sakit kepala, sakit sendi, gatal-gatal pada kulit, dan lemas. Kemudian bakteri ini menyerang otak dan menyebabkan penyakit-penyakit serius lainnya seperi pembengkakan kelenjar limfa, anemia, dan penyakit ginjal.
Orang yang terjangkit akan mengalami kejang-kejang dan sulit berpikir. Serta pola tidur yang lebih lama dari biasanya. Penyakit ini sangat sulit dideteksi karena memiliki gejala awal seperti penyakit malaria.
Apabila seseorang terjangkit, penderita akan merasakan kantuk yang sangat hebat disiang hari. Tetapi penderita akan menjadi insomnia atau susah tidur pada malam hari. Apabila pola tidur semakin sulit dikendalikan, penderita bisa mengalami koma bahkan hingga kematian.
Penyakit ini tidak hanya menyerang manusia tetapi juga mamalia lainnya. Hewan yang terserang penyakit ini akan mengalami penurunan produktifitas dan akhirnya mati.
Metode penyebaran penyakit ini mirip dengan penyebaran penyakit lain yang membutuhkan perantara. Ketika lalat tsetse menghisap darah penderita penyakit tidur, mikroba trypanosoma akan ikut terhisap. Mikroba yang terhisap akan tinggal dan tidak mati di dalam tubuh lalat.
Ketika lalat yang sama menghisap darah orang yang sehat, mikroba trypanosomatanpa sengaja masuk kedalam tubuh orang yang dihisap darahnya. Selain melalui lalat tsetse, penyakit ini juga bisa ditularkan melalui transfusi darah.
Gambar 5. Bakteri trypanosoma dalam darah.
Sebelumnya, menurut penelitian untuk menyembuhkan penyakit ini harus melakukan terapi. Selain itu, penderita juga di harapkan meminum obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Namu cara yang kedua ini sangat beresiko karena 5%-20% penderita meninggal akibat komplikasi dari obat yang digunakan.
Pada akhir Maret 2010 lalu, ilmuwan asal Kanada dan Inggris berhasil menemukan obat yang bisa menyerang enzim parasit tersebut yang diharapkan bisa mempertahankan hidup seseorang. Obat itu sudah di uji klinis (percobaan pada manusia) dalam 18 bulan.
Ilmuan asal Belgia juga menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan lalat tsetse ini. Para ilmuwan menjelaskan bahwa ada sebuah bakteri yang disebut Sodalis Glossinidius yang hidup pada lalat tsetse yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Gen bakteri akan diubah untuk mendapatkan antibodi yang dapat melawan parasit yang menyebar di tubuh manusia. Dr David Horn dari London School of Hygiene and Tropical Medicine mengatakan, “Ini adalah konsep yang menjanjikan, dan sekarang sedang diupayakan untuk membuat anti-trypanosomal.”
Karena penyakit yang berbahaya ini, manusia berusaha menekan keberadaan lalat tsetse yang menjadi perantara ini. Beberapa metode dilakukan seperti melakukan penyemprotan memakai insektisida, pemasangan jebakan, dan melepaskan lalat jantan steril (mandul) ke alam liar agar telur hasil perkawinan tidak dapat menetas.


H.  Pencegahan
1.      Cara-cara Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut,  maka suatu daerah  dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya pencegahan :
a. Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap gigitan lalat tsetse.
b. Menurunkan populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
c. Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak dianjurkan  untuk menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
d. Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang sudah dicelup dengan deltametrin serta dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
e. Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.
2.      Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.

3.    Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
 Trypanosoma brucei rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma brucei gabiensis. Penyakit ini dapat mengakibatkan fatal setelah 9 sampai 12 bulan terinfeksi. Efeknya pada sistem syaraf berupa penurunan nafsu makan, dan gangguan mental. Penyakit ini jarang dalam bentuk kronis (dalam jangka waktu lama)' karena menyerang ginjal, dan otot-otot jantung yang dampaknya sangat fatal bagi kelangsungan hidup penderita. 
B.  Saran
 Semoga dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui  trypanosoma rhodesiense serta agar pembaca dapat mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut. Kritik dan saran penulis tetap harapkan demi perbaikan selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

http://kesehatan.bandungkab.go.id/index.php?option=com_mtree&task=rate&link_id=14&Itemid=109(diakses: 5 april 2014).



0 komentar:

Makalah Trypanosoma Rhodesiense

Written on 13.44.00 by Unknown

Mata Kuliah       :        Parasitologi
Dosen                 :        Sulasmi, SKM.,M.Kes.
Trypanosoma Rhodesiense



DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 14 :

ASMILA WARNI                         PO.71.3.221.13.1.008
MUH. ASHAR                              PO.71.3.221.13.1.028
SYAMSINAR N.                          PO.71.3.221.13.1.049


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D-IV
2014


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Trypanosoma rhodesiense” dengan baik walaupun dalam bentuk yang sederhana.  
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang mengajarkan mata kuliah Parasitologi yang telah memberikan bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan tugas ini, selanjutnya ucapan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu saya dalam mengerjakan tugas ini sampai selesai.
Saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak, sebagai masukan bagi saya dan jadikan tambahan pengetahuan dan pengalaman untuk pembuatan makalah berikutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Makassar, 14 April 2014


Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................     i
DAFTAR ISI .....................................................................................................    ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................   1
A.    Latar Belakang ......................................................................................     1
B.     Tujuan ...................................................................................................     1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................    2
A.    Sejarah ..................................................................................................     2
B.     Penyebaran ............................................................................................     3
C.     Taksonomi ............................................................................................     3
D.    Morfologi ..............................................................................................     4
E.     Habitat ...................................................................................................     4
F.      Siklus Hidup .........................................................................................     5
G.    Penyebab Penyakit ................................................................................     6
H.    Pencegahan ............................................................................................     8
BAB III PENUTUP ..........................................................................................    10
A.    Kesimpulan ...........................................................................................     10
B.     Saran ......................................................................................................     10
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

            Anggota dari genus Trypanosoma dengan satu perkecualian heteroksenosa dan ditularkan oleh invertebrate penghisap darah. Mereka dapat berbentuk amastigophora, Promastigophora, Epimastigophora dan Tripomastigophora dalam siklus hidupnya. Mereka terdapat pada semua kelas vertebrata. Mereka merupakan parasit dari system sirkulasi dan cairan jaringan, tetapi beberapa dapat menginfeksi sel. Sekitar 200 jenis telah diberi nama. Sebagian besar tidak pathogen, tetapi parasit yang terdapat pada ternak dan juga manusia. Genus Trypanosoma terdapat didaerah tropis, menyebabkan penyakit tidur di daerah Afrika Tengah, nagana pada ternak di Afrika, Surra pada ternak di Asia dan Afrika dan sejumlah penyakit lainnya pada ternak. Trypanosoma telah menghambat peningkatan ternak pada daratan seluas kurang lebih 4,5 juta acre di Afrika tengah dan merupakan penyebab utama dari Kwashiorkor yang disebabkan tidak cukupnya protein dalam makanan dari berjuta-juta anak di Afrika. Famili Trypanosomomatiadae hanya memiliki dua dari Sembilan genus.Anggota dari familia ini memiliki bentuk seperti daun atau kadang-kadang berbentuk bulat berisi satu inti. Mereka juga memiliki Golgi apparatus, lisosom, Retikulum Endoplasmik, Ribosom serta memiliki vesikula. Trypanosoma brucei rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma brucei gabiensis. Penyakit ini dapat mengakibatkan fatal setelah 9 sampai 12 bulan terinfeksi. Efeknya pada sistem syaraf berupa penurunan nafsu makan, dan gangguan mental. Penyakit ini jarang dalam bentuk kronis (dalam jangka waktu lama)' karena menyerang ginjal, dan otot-otot jantung yang dampaknya sangat fatal bagi kelangsungan hidup penderita. 

B.       Tujuan

1.      Dapat mengetahui sejarah dan penyebaran dari Trypanosoma rhodesiense.
2.      Dapat mengetahui taksonomi, morfologi, serta habitat Trypanosoma rhodesiense.
3.      Dapat mengetahu siklus hidup, penyebab penyakit dan cara mencegah Trypanosoma rhodesiense.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah
Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma  gambiense, morfologinya sulit dibedakan. Stephans dan fantham pada tahun 1910 menemukan Trypanosoma rhodesiense dalam darah seorang pasien penyakit tidur. Mereka membedakannya dari Trypanosoma gambiense berdasarkan vektor penularnya, virulensinya dalam tikus, dan ditemukannya varian morfologi yang belum ada pada Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma rhodesiense atau penyakit tidur Afrika Timur distribusinya lebih terbatas daripada Trypanosoma gambiense, yaitu ditemukan di Afrika Timur bagian tengah. Infeksinya lebih cepat fatal daripada infeksi Trypanosoma gambiense, dan binatang buruan seperti rusa semak (bushbuck) merupakan hospes reservoar alamiahnya.
Gambar 1. Lalat tsetse.
Menurut perkiraan baru-baru ini, tahun-tahun kehidupan cacat disesuaikan (9 sampai 10 tahun) (DALYs) hilang karena penyakit tidur adalah 2,0 juta.
Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 60 juta orang yang tinggal di sekitar 250 lokasi beresiko tertular penyakit, dan ada sekitar 300.000 kasus baru setiap tahun.
Penyakit ini telah dicatat sebagai terjadi di 36 negara, semua di sub-Sahara Afrika. Hal ini endemik di tenggara barat Uganda dan Kenya dan membunuh lebih dari 40.000 Afrika tahun.
Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
B.  Penyebaran

Penyakit ini menyebar didaerah tropis benua Afrika antara 150LU dan 200LS, sesuai dengan daerah penyebaran lalat tsetse. Di daerah endemis 0,1% - 2% penduduk terineksi. Pada saat terjadi KB prevalensi penyakit ini bisa mencapai 70%. KLB dapat terjadi apabila karena sesuatu hal terjadi peningkatan intensitas kontak antara manusia dan lalat tsetse atau strain tripanosoma yang virulen masuk kedaerah dimana densitas lalat tsetse sangat padat. Masuknya strain virulen dimungkinkan oleh karena adanya pergerakan hospes manusia atau lalat tsetse yang terinfeksi ke suatu daerah. Lalat Glossina palpalis merupakan vector utama, dibagian barat dan bagian tengah Afrika. Infeksi biasanya terjadi disepanjang aliran sungai atau anak sungai yang berbatasan dengan daerah yang berhutan.
Di Afrika bagian timur dan danau victoria vector utamanya adalah kelompok G. Morsitans, infeksi terjadi didaerah savana yang kering.
G. fuscipes yang termasuk dalam kelompok palpalis merupakan vector penular penyakit pada saat KLB penyakit tidur jenis rhodiense yang terjadi di Kenya dan Zaire dan vector ini juga sejak tahun 1976 diketahui sebagai vector pada penularan peridomestik di Uganda.



C.      Taksonomi
Taksonomi lalat tsetse yang menyebabkan Trypanosoma rhodesiense :   
Kingdom  : animalia
Filum        : arthropoda
Kelas        : insecta
Ordo         : diptera
Famili       : glossinidae (theoblad, 1903)
Genus       : wiedemann, 1830)
Spesies     : Trypanosoma rhodesiense
D.      Morfologi
 Morfologi Trypanosoma mempunyai ukuran 14-33 x 1,5-3,5 µm (rata-rata 15-20 µm) Membran bergelombang terdapat pada seluruh tubuh, mempunyai 1 flagella pada ujung anterior, kinetoplas letaknya lebih ke posterior dekat axonema, letak nukleus di tengah-tengah atau sentral. Bentuk ini terdapat di dalam tuan rumah perantara maupun sebenarnya. Trypanosoma masuk didalam tuan rumah perantara pada waktu mengisap darah sebagai makanannya. Di dalam tubuh manusia Trypanosoma hidup ekstra sellul¬er di dalam darah, limfe dan cairan otak. Terdapat granula spesifik, tidak berwarna, bergerak aktif, berkembang biak membe¬lah memanjang, bila diwarnai dengan Giemsa atau Wright, inti akan ber¬warna merah udang, dan sitoplasma berwarna biru. Bentuk kritidia berukuran 15-20 µm (rata-rata 15 µm). Membran bergelombang terdapat pada bagian tubuh kean¬terior, kinetoplas letaknya lebih ketengah dengan axonema, letak nukleus di tengah-tengah, terdapat granula spesifik (seperti trypanosoma). Terdapat sebagai stadium sementara pada lalat Genus glossina untuk T.gambiense, T.rhodesiense, sedangkan untuk T.cruzi adalah serangga Genus triatoma. Berkembang biak membelah dua dan memanjang, dan di dalam kelenjar ludah lalat glossina tadi, kritidia tersebut mengalami metamorfose menjadi trypanosoma yang siap ditularkan.


E. Habitat
T.b. gambiense, manusia merupakan reservoir utama, sedangkan peranan binatang peliharaan dan binatang buas sebagai reservoir tidak jelas. Binatang buas terutama babi hutan dan sapi peliharaan merupakan reservoir utamaT.b. rhodiense. Adapun habitatnya berada dalam darah.

F.   Siklus Hidup
 
Gambar 2. Siklus hidup lalat tsetse.

Lalat tsetse menjalani metamorfosis sempurna yang terdiri 4 fase :Fase telur, larva belatung ( maggot ), kepompong, dan lalat dewasa. Jika diamati secara seksama dan kemudian dibandingkan dengan siklus hidup lalat lain, siklus hidup dari lalat tsetse biasa dikatakan unik. Contoh keunikan dari siklus hidup lalat tsetse adalah saat sudah wktunya bertelur, induk lalat tsetse akan tetap menyimpan telur tersebut di dalam tubuhnya sehingga menetas menjadi larva yang baru menetas tersebut tetap berada di dalam tubuh induknya dan hidup dengan mengkomsumsi senyawa mirip cairan susu yang dihasilkan oleh kelenjar induknya.
Jika larva sudah memasuki ukuran tertentu, barulah larva lalat tsetse keluar dari tubuh induknya dan “lahir” ke dunia. Masa hidup larva di dunia relatif singkat karena hanyya dalam waktu beberapa jam usai keluar dari tubuh induknya, larva lalat tsetse segera mencari tempat yang terlindung untuk berubah menjadi pupa. Masa pupa atau kepompong berlangsung selama beberapa hari dan sesudah itu lalat tsetse dewasa akan keluar. Di fase dewasa ini, lalat tsetse hanya hidup dari mengisap darah mamalia dan bisahidup hingga usia 4 bulan.

G. Penyebab Penyakit
  Tidur adalah keadaan dimana kita merelaksasikan semua organ tubuh yang lelah. Hampir semua manusia menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya dengan tidur. Tidur bukan saja karena kelelahan tetapi juga karena kebiasaan dan pola hidup.
Penyebab penyakit adalah Trypanosoma brucei gambiense dan T.b. rhodesiense,flagelata darah. Kriteria untuk diferensiasi spesies tidaklah mutlak; isolat yang diambil dari kasus virulen dengan perjalanan penyakit yang sangat progresif dianggap sebagai  T. B rhodesiense, terutama apabila infeksi terjadi di Afrika bagian timur. Sedangkan jika infeksi didapatkan di Afrika bagian barat dan tengah, biasanya perjalanan penyakit lebih kronis biasanya disebabkan oleh T.b. gambiense.
Penyakit ini disebut African trypanosomiasisatau nama lainnya penyakit tidur. Penyakit ini adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan disebabkan oleh protozoatrypanosoma yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan lalat tsetse. Lalat tsetse adalah salah satu spesies lalat yang menghisap darah mamalia.
                   
Gambar 3. Penyebaran penyakit.                    Gambar 4. Orang yang terkena penyakit trypanosomiasis.
Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
Gigitan lalat ini menyebabkan rasa sakit dan bengkak merah di bekas gigitan. Infeksi ini akan menyebar melalui darah dan mengakibatkan gejala awal demam, sakit kepala, sakit sendi, gatal-gatal pada kulit, dan lemas. Kemudian bakteri ini menyerang otak dan menyebabkan penyakit-penyakit serius lainnya seperi pembengkakan kelenjar limfa, anemia, dan penyakit ginjal.
Orang yang terjangkit akan mengalami kejang-kejang dan sulit berpikir. Serta pola tidur yang lebih lama dari biasanya. Penyakit ini sangat sulit dideteksi karena memiliki gejala awal seperti penyakit malaria.
Apabila seseorang terjangkit, penderita akan merasakan kantuk yang sangat hebat disiang hari. Tetapi penderita akan menjadi insomnia atau susah tidur pada malam hari. Apabila pola tidur semakin sulit dikendalikan, penderita bisa mengalami koma bahkan hingga kematian.
Penyakit ini tidak hanya menyerang manusia tetapi juga mamalia lainnya. Hewan yang terserang penyakit ini akan mengalami penurunan produktifitas dan akhirnya mati.
Metode penyebaran penyakit ini mirip dengan penyebaran penyakit lain yang membutuhkan perantara. Ketika lalat tsetse menghisap darah penderita penyakit tidur, mikroba trypanosoma akan ikut terhisap. Mikroba yang terhisap akan tinggal dan tidak mati di dalam tubuh lalat.
Ketika lalat yang sama menghisap darah orang yang sehat, mikroba trypanosomatanpa sengaja masuk kedalam tubuh orang yang dihisap darahnya. Selain melalui lalat tsetse, penyakit ini juga bisa ditularkan melalui transfusi darah.
Gambar 5. Bakteri trypanosoma dalam darah.
Sebelumnya, menurut penelitian untuk menyembuhkan penyakit ini harus melakukan terapi. Selain itu, penderita juga di harapkan meminum obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Namu cara yang kedua ini sangat beresiko karena 5%-20% penderita meninggal akibat komplikasi dari obat yang digunakan.
Pada akhir Maret 2010 lalu, ilmuwan asal Kanada dan Inggris berhasil menemukan obat yang bisa menyerang enzim parasit tersebut yang diharapkan bisa mempertahankan hidup seseorang. Obat itu sudah di uji klinis (percobaan pada manusia) dalam 18 bulan.
Ilmuan asal Belgia juga menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan lalat tsetse ini. Para ilmuwan menjelaskan bahwa ada sebuah bakteri yang disebut Sodalis Glossinidius yang hidup pada lalat tsetse yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Gen bakteri akan diubah untuk mendapatkan antibodi yang dapat melawan parasit yang menyebar di tubuh manusia. Dr David Horn dari London School of Hygiene and Tropical Medicine mengatakan, “Ini adalah konsep yang menjanjikan, dan sekarang sedang diupayakan untuk membuat anti-trypanosomal.”
Karena penyakit yang berbahaya ini, manusia berusaha menekan keberadaan lalat tsetse yang menjadi perantara ini. Beberapa metode dilakukan seperti melakukan penyemprotan memakai insektisida, pemasangan jebakan, dan melepaskan lalat jantan steril (mandul) ke alam liar agar telur hasil perkawinan tidak dapat menetas.


H.  Pencegahan
1.      Cara-cara Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut,  maka suatu daerah  dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya pencegahan :
a. Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap gigitan lalat tsetse.
b. Menurunkan populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
c. Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak dianjurkan  untuk menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
d. Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang sudah dicelup dengan deltametrin serta dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
e. Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.
2.      Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.

3.    Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
 Trypanosoma brucei rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma brucei gabiensis. Penyakit ini dapat mengakibatkan fatal setelah 9 sampai 12 bulan terinfeksi. Efeknya pada sistem syaraf berupa penurunan nafsu makan, dan gangguan mental. Penyakit ini jarang dalam bentuk kronis (dalam jangka waktu lama)' karena menyerang ginjal, dan otot-otot jantung yang dampaknya sangat fatal bagi kelangsungan hidup penderita. 
B.  Saran
 Semoga dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui  trypanosoma rhodesiense serta agar pembaca dapat mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut. Kritik dan saran penulis tetap harapkan demi perbaikan selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

http://kesehatan.bandungkab.go.id/index.php?option=com_mtree&task=rate&link_id=14&Itemid=109(diakses: 5 april 2014).



If you enjoyed this post Subscribe to our feed