Senin, 05 Oktober 2015

Pengolahan Air Lindi dengan Kombinasi Koagulasi, Biofilter Anaerob dan Filtrasi

Mata Kuliah        : PTPS – A  
Dosen                 : Ain Khaer, SST.,M.Kes
Juherah, SKM.,M.Kes
Samson B Supeno, ST.,M.Si
Instruktur             :Stientje, SKM.,M.Kes
Musran, AMD.KL
 

“Laporan Praktikum Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan
Filtrasi Limbah TPA Tamangapa”






EVI NURSYAFITRI
PO.71.4.221.13.2.012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2014


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
            Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
“Laporan Praktikum Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi Limbah TPA Tamangapa” ini dapat selesai dengan tepat waktu. Terwujudnya laporan ini , tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.   Bapak Ain Khaer, SST.,M.Kes selaku dosen pengampu pada mata kuliah PTPS – A, yang telah memberikan ilmu  dan sumbangsinya khususnya pada  proses praktikum dan pembuatan laporan ini.
2.   Orang tuaku tercinta yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun spiritual.
3.   Teman-teman tercinta yang telah sabar untuk meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam menyusun laporan ini.
4.   Dan semua pihak yang telah membantu dalam  menyusun makalah ini.
Dalam laporan ini terdapat hasil mengenai kadar penurunan air lindi berdasarkan 4 parameter, yakni BOD, COD, TSS, dan Nitrit yang telah dilakukan beberapa waktu lalu. Namun dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan penulis dari semua pihak, agar kedepannya lebih baik lagi dalam menyusun laporan.  
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik itu  penulis terlebih kepada pembacanya.
Wasallam
Makassar,    November  2014 


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI  .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang ............................................................................................
B.  Tujuan .........................................................................................................
C.  Manfaat .......................................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.  Pengertian Umum Air Lindi(Leachate) .......................................................
B.  Karakteristik Air Lindi ..................................................................................
C. Parameter Air Lindi .....................................................................................
1.   Parameter Kimia.....................................................................................
2.   Parameter Fisika ....................................................................................
D. Tinjauan Umum Koagulasi, Sedimentasi, Biofilter, Filtrasi..........................
E.  Tinjauan Umum Media Zeolit, Karbon Aktif, Bioball...................................
BAB III METODOLOGI
A.  Gambaran Umum Mengenai TPA Tamangapa .........................................
B.  Jenis Penelitian  ..........................................................................................
C.  Waktu penelitian  ........................................................................................
D.  Tempat ........................................................................................................
E.  Prosedur Pelaksanaan ...............................................................................
F.  Gambar Proses Pengolahan Air Lindi ........................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil Penelitian ...........................................................................................
B.  Pembahasan ...............................................................................................
BAB V PENUTUP
A.  Kesimpulan .................................................................................................
B.  Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
 Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang dengan pesat dan berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, pariwisata, transportasi maupun industri.
Perkembangan industri dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, meningkatkan sampah industri dan sampah domestik yang dihasilkan oleh penduduk sehingga semakin membebani tanah, udara dan sungai yang mengalir dalam wilayah perkotaan. Akibat pertambahan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, jarang sekali dalam suatu wilayah kota di temukan ruang terbuka yang dapat digunakan untuk daerah pemukiman yang layak.
Ini disebabkan karena ruang terbuka tersebut berubah fungsi menjadi tempat pembuangan berbagai macam sampah dari hasil aktivitas manusia,berupa sampah dari kegiatan rumah tangga, perkantoran, lembaga (instansi), pasar, terminal, restoran serta industri. Secara garis besar, sampah perkotaan berasal dari pencemaran yang disebabkan oleh industri dan sektor domestik yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik).
Sampah domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik. Sampah organik berasal dari mahluk hidup yang dapat terdegradasi sedangkan sampah non organik yang tidak dapat terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca, dan lain-lain. Selain sampah organik dan sampah non organik terdapat juga yang disebut sampah berbahaya misalnya: baterai, jarum suntik, dan lain-lain. Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses pembakaran, limbah cair (sampah cair), limbah padat (sampah padat).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola komsumsi suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat tersebut maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan dan semakin banyak jenis sampah yang dihasilkan.Tetapi pada umumnya sebagian besar sampah yang di hasilkan adalah jenis sampah organik (sampah basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
Pengelolaan persampahan di perkotaan merupakan suatu sistem yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai tujuan. Pengolahan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap sampah domestik rumah tangga yang dihasilkannya secara tidak langsung memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang baik, bersih dan sehat.
Sampah padat dari pemukiman merupakan bagian terbesar dari sampah yang timbul di Indonesia. Untuk itu pengolahan sampah pada TPA harus betul-betul sesuai dengan prosedur. Sehingga tidak menimbulkan dampak yang berlebihan bagi lingkungan dan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA tersebut.
Namun sampah padat yang tidak memiliki pengolahan yang baik lama – kelamaan akan mengalami proses dekomposisi, yang mana akan menghasilkan air sampah yang biasa disebut air lindi (leachate) sehingga ketika dibuang langsung ke TPA/lingkungan akan berdampak kepada TPA/lingkungan tersebut, oleh karena itu perlunya dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Atas dasar pemikiran tersebut pada praktikum ini, kami melakukan “Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi Limbah TPA Tamangapa” dengan parameter BOD, COD, TSS, dan nitrit. Sehingga dapat kita ketahui seberapa besar penurunannya dan bisa mengurangi pencemaran terhadap lingkungan, apabila air lindi tersebut diolah dengan baik.  








B.  Tujuan
1.   Tujuan Umum
Untuk mengetahui kualitas air lindi sebelum dan setelah pengolahan.
2.   Tujuan Khusus
a.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter BOD
b.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter COD
c.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter TSS
d.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter Nitrit

C.  Manfaat
1.   Sebagai bahan referensi dan masukan bagi para pembaca
2.   Sebagai wahana bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, terutama dalam mengaplikasikan Ilmu Kesehatan Lingkungan di bidang pengolahan air lindi(limbah).













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Pengertian Umum Air Lindi (Leachate)
Air lindi adalah cairan dari sampah yang mengandung unsurunsur terlarut dan tersuspensi. Menurut Dena yang dikutip dari (Damanhuri, 1992), air lindi merupakan cairan yang keluar dari tumpukan sampah, dan ini salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh timbunan sampah. Sampah yang tertimbun di lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) mengandung zat organik, jika hujan turun akan menghasilkan air lindi dengan kandungan mineral dan zat organik tinggi, bila kondisi aliran air lindi dibiarkan mengalir ke permukaan tanah dapat menimbulkan efek negatif bagi lingkungan sekitarnya termasuk bagi manusia.
Air lindi yang berada di permukaan tanah dapat menimbulkan polusi
pada air tanah dan air permukaan, hal ini dikemukakan oleh Ehrig (1993), sebagai berikut :
1.   Air permukaan yang terpolusi oleh air lindi dengan kandungan zat organik tinggi, pada proses penguraian secara biologis akan menghabiskan kandungan oksigen dalam air dan akhirnya seluruh kehidupan dalam air yang tergantung oleh keberadaan oksigen terlarut akan mati.
2.   Air tanah yang terpolusi oleh air lindi dengan konsentrasi tinggi, polutan tersebut akan berada dan tetap ada pada air tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama, karena terbatasnya oksigen terlarut sehingga sumber air yang berasal dari air tanah tidak sesuai lagi untuk air bersih.

B.  Karakteristik Air Lindi
Karakter air lindi atau sangat bervariasi tergantung dari prosesproses yang terjadi di dalam landfill, yang meliputi proses fisik, kimia dan biologis. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses yang terjadi di landfill antara lain: jenis sampah, lokasi landfill, hidrogeologi dan sistem pengoperasian, faktor tersebut sangat bervariasi pada suatu tempat pembuangan yang satu dengan yang lainnya, begitu pula aktivitas biologis serta proses yang terjadi pada timbunan sampah baik secara aerob maupun anaerob. Dengan adanya hal tersebut maka akan mempengaruhi pula produk yang dihasilkan akibat proses dekomposisi seperti kualitas dan kuantitas air lindi serta gas, sebagai contoh bila suatu TPS banyak menimbun sampah jenis organik maka karakter air lindi yang dihasilkan akan mengandung zat organik tinggi, yang disertai bau.
Dari berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik air lindi, pada umumnya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa parameter air lindi yaitu mengandung BOD, COD jauh lebih besar daripada air buangan.
Air lindi yang berasal dari timbunan sampah yang masih baru, biasanya ditandai oleh kandungan asam lemak volatile dan rasio BOD dan COD yang tinggi, sementara air lindi dari timbunan sampah yang lama akan mengandung BOD, COD dan konsentrasi pencemar yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena dari timbunan sampah yang masih baru, biodegradasi umumnya berlangsung cepat yang ditandai dengan kenaikan produksi asam dan penurunan pH air lindi yang mengakibatkan kemampuan pelarutan bahan-bahan pada sampah oleh air menjadi tinggi. Perbandingan BOD dengan COD pada timbunan sampah yang masih baru akan berkisar 0,4 % sampai 0,8 %, nilai akan lebih besar pada fase methanogenesis. Degradasi material sampah di landfill disebabkan karena proses biologi. Perubahan secara fisik dan kimiawi dan juga produksi air lindi dan produksi gas berhubungan langsung dengan aktivitas biologis di dalam landfill.
Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, karena mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik (Suprihatin 2002 in Sulinda, 2004). Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik sangat sulit terurai (Alaerts dan Santika, 1984).
Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut-tidak larut), kondisi tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban,umur), karakteristik sumber air (kuantitas dan kualitas air yang dipengaruhi iklim dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup, ketersediaan nutrien dan mikroba, dan kehadiran in hibitor (Diana, 1992). Selain itu Sulinda (2004) menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroorganisme aerobik dan anaerobik pada lokasi pembuangan sampah dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air lindi.
Sebagian besar limbah yang dibuang pada lokasi pembuangan sampah adalah padatan. Limbah tersebut berasal dari berbagai sumber yang berbeda dengan tipe limbah yang berbeda pula, sehingga setiap air lindi memiliki karakteristik tertentu (Pohland da n Harper, 1985).

C.  Parameter Air Lindi
1.   Parameter Kimia
a.   pH (power Hidrogen)
Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5.
Salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses (industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya) adalah pH, yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH rendah dinamakan ”asam” sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 (netral) adalah harga tengah mewakili air murni (Rahayu, 2009).
pH untuk air terkontamasi adalah 8. Nilai ini menyatakan bahwa pH air bersifat alkalis, pH alkalis sangat mendukung untuk terjadinya laju dekomposisi pada suatu perairan (Effendi, 2003).



b.   DO (Dissolved Oxygen)  
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).

c.   BOD (Biochemical Oxygen Demand)  
BOD atau Kebutuhan Oksigen Biologis ( KOB ) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik secara biologis di dalam air. BOD merupakan ukuran secara tidak langsung dari zat organik dalam limbah. Adanya bahan organik dalam limbah secara alamiah akan mengalami penguraian karena adanya aktifitas bakteri. Aktifitas ini akan menghabiskan sejumlah oksigen, semakin tinggi kadar zat organik yang terkandung dalam air limbah maka kebutuhan oksigen semakin tonggi pula, sehingga oksigen terlarut dalam air limbah akan semakin rendah bahkan dapat habis sama sekali ( nol ). Apabila kebutuhan oksigen tidak seimbang dengan persediaan yang ada dalam air limbah dan bila hal tersebut terjadi, maka kegiatan akan dilanjutkan oleh bkteri anaerobik yang dapat menimbulkan bau busuk dan menghasilkan gas methan 60 – 70 %.
BOD merupakan ukuran utama kekuatan limbah cair. BOD juga merupakan petunjuk/indikator dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya. Secara umum, derajat pengolahan yang dicapai oleh bangunan pengolahan baru di pilih sedemikian rupa sehingga BOD effluent tidak akan menurunkan derajat kandungan oksigen sampai tingkat tertentu pada badan air penerima agar badan air dapat tetap berfungsi sesuai peruntukkannya.
Penentuan derajat pengenceran (P) sesuai dengan taksiran BOD seperti pada tabel berikut,
Jenis air baku
BOD5 perkiraan
(ml sampel yang harus diencerkan sampai menjadi 2 liter
Derajat pengenceran

Air ledeng, air sumur                0 – 8
Air Sungai                                 15
Air Sungai Tercemar                 30
                                                  60


1000
500
250
125

0,5
0,25
0,125
0,0625

Air Drainase tercemar              125
Air Buangan Penduduk            250
Riolering                                   500
Air Buangan Industri                1000
 (Indutri Organis)                      2000
                                                 4000
                                                  dst

60
30
15
8
4
2
dst

0,03
0,015
0,005
0,004
0,002
0,001
dst
     Sumber: Sumestri Santika, 1984
     Catatan : 2000/1000 = pengenceran 2x
                     2000/500 = pengenceran 4x dst

Kebutuhan air pengencer disesuaikan dengan jumlah sampel yang akan diperiksa. Pembuatan air pengencer untuk 1 liter aquades membutuhkan reagen : MgSO4, CaCl2, FeCl­buffer phospat masing – masing 1 ml, 10 mg bubuk inhibitor nitrifikasi, sesuai pH 7,0 ± 0,1. Campuran dikocok lalu diaerasi 1 – 2 jam.
Adapun prinsip analisa dari BOD, yakni oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 (reaksi 4). Dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida atau pereaksi oksigen maka akan dibebaskan iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut (reaksi 5). Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metoda titrasi Iodometris yaitu dengan larutan standart tiosulfat dengan indikator kanji/amilum (reaksi 6).
1.   MnSO4 + 2 KOH             Mn(OH)2 + K2SO4 (reaksi 4a)
2.   Mn(OH)2 + ½ O2                         MnO2 + H2O (reaksi 4b)
3.   MnO2 + KI + 2 H2pH rendah     Mn(OH)2 + I2 + 2KOK (reaksi 5)
4.   I2 + 2 S2O32-                S4O6- + 2I- (reaksi 6)

d.   COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen (mg/l) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat – zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air. Semakin tinggi nilai COD dalam air semakin tinggi pula nilai pencemaran.
COD merupakan ukuran pencemaran air yang disebabkan oleh zat – zat organik yang secara alamiah dapat teroksidasi dan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Berkurangnya oksigen perlahan – lahan akan memunaskan kehidupan air.
Pemeriksaan COD berguna untuk pengolahan air limbah. Dalam percobaan ini Oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat –zat organik dalam air diperoleh dari KmnO4 atau K2Cr2O7  dalam suasana asam.
Adapun prinsip analisa dari COD yaitu zat organik dan anorganik dioksidasi dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4  dan HgSO4. Kelebihan K2Cr2O7  dititrasi dengan amonium ferosulfat dan indikator veroin sampai terbentuk warna coklat sebagai titik akhir titrasi.
1.   Ag2SO4                Katalisator untuk mempercepat reaksi 
2.   HgSO4.                 Menghilangkan gangguan yang pada umumnya terdapat dalam air buangan
3.   K2Cr2O7                    untuk menetukan berapa O2 yang telah terpakai melalui titrasi FAS
4.   I. Feroin                untuk menentukan berakhirnya suatu titrasi dari warna hijau – biru berubah jadi coklat – merah. 
5.   Penambahan 0,4 gr  HgSO4 /20 sampel, apabila kadar Cl > 2000 mg/l
6.   Penambahan Sulfamat 10 mg/l, apabila kandungan NO2 > 2 mg/l

e.   Nitrit
Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah.

2.   Parameter Fisika
a.   TSS (Total Suspended Solid)
Zat padat yang ada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannnya yaitu partikel tersuspensi koloidal dan partikel tersuspensi biasa. Jenis partikel koloidal inilah yang menyebabkan kekeruhan dalam air yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel dari ion – ion dan molekul – molekul tidak pernah keruh. Tersumbatnya lubang – lubang filter akibat zat tersuspensi sehingga tersuspensi akan makan waktu lama. Dalam hal ini sampel dapat disaring melalui bejana isap dan pompa vakum.
Bila terlalu banyak zat tersuspensi atau tertahan dalam filter, jumlah air yang tersangkut dalam zat tersuspensi bertambah sehingga membutuhkan waktu lama dalam penyaringan.
 
b.   Suhu
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).

D.  Tinjauan Mengenai Koagulasi, Sedimentasi,  
1.   Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :

2.   Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pemisahan partikel-partikel melayang di dalam air oleh pengaruh gaya gravitasi atau gaya berat partikel. Berdasarkan tingkat konsentrasi partikel di dalam air limbah dan kecenderungan partikel untuk saling berinteraksi, maka proses sedimentasi dapat digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi sebagai berikut :
Tipe 1     : pengendapan partikel mandiri  (discrete particle settling )
Tipe 2     : pengendapan partikel floc (floculant  -settling )
Tipe 3     : pengendapan secara perintangan  (hindered settling )
Tipe 4     : pengendapan secara pemampatan  (compression settling )

3.   Biofilter
a.   Pengertian
Biofilter dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang diatas suatu media, yang dapat terbuat dari plastik, kerikil, yang di dalam operasinya dapat tercelup sebagian atau seluruhnya, atau yang hanya dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali), dengan membentuk lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut sehingga membentuk lapisan biofilm.
Proses pengolahan air limbah / air lindi dengan biofilter secara garis besar dapat dilakukan dalam kondisi aerob, anaerob atau kombinasi anaerob dan aerob. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob dan aerob merupakan gabungan proses anaerob dan proses aerob.
Proses operasi biofilter secara anaerob digunakan untuk air limbah dengan kandungan zat organik cukup tinggi, dan dari proses ini akan dihasilkan gas methana. Jika kadar COD limbah kurang dari 4000 mg/l seharusnya limbah tersebut diolah pada kondisi anaerob (Herlambang, dkk, 2002).

b.   Proses Biofilter
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen. Biofilter yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm) (herlambang dan Marsidi, 2003).
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter aerobik, suplai udara dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti aerasi samping, aerasi tengah, aerasi merata seluruh permukaan, aerasi eksternal aerasi dengan air lift pump dan aerasi dengan sistem mekanik. Sistem aerasi juga bergantung dari jenis media maupun efisiensi yang diharapkan (Herlambang, dkk, 2002).
Metode biofilter yang terbuat dari bahan anorganik, ringan dan mempunyai luas permukaan spesifik yang tinggi. Semakin tinggi luas permukaan spesifiknya maka jumlah mikroorganisme yang dapat melekat juga semakin banyak.

c.   Kriteria Pemilihan Media Biofilter
Media biofilter termasuk hal yang penting, karena sebagai tempat tumbuh dan menempel mikroorganisme, juga untuk mendapatkan unsur-unsur kehidupan yang dibutuhkannya seperti nutrien dan oksigen. Salah satu kunci penting untuk mendapatkan efluen yang maksimal adalah menggunakan media yang tepat. Media yang digunakan bisa berupa plastik (polivinil klorida), kerikil dan pecahan batu, gambut, kompos, arang aktif, sabut kelapa, humus dan tanah (Nurcahyani, 2006).
Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material organik atau bahan anorganik. Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk paparan (plate) dan bentuk sarang tawon. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah, kerikil, batu marmer dan batu tembikar. Proses pengolahan dengan biofilter dilakukan pengkondisian limbah terlebih dahulu dimana sampai efluen yang berasal dari proses pengolahan mengalami kondisi tunak (steady state) dengan efisiensi penyisihan relatif konstan dengan toleransi 10%.
Valentis dan Lasavre (1990) dalam Herlambang (2002) menyatakan bahwa dalam memilih media biofilter ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
1)  Prinsip-prinsip yang mengatur pelekatan (adhesi) bakteri pada permukaan media dan pembentukan biofilm.
2)  Parameter yang mengendalikan pengolahan limbah.
3)  Sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh paket media biofilter dalam reaktor biologi pada lingkungan spesifik dan sesuai dengan teknik aplikasinya.




4.   Filtasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak sempat diendapakan kedalam bak pengendap dengan mengalirkan air air itu melalui media porous. Untuk media filter bahan harus kuat,tahan lama,tidak mudah berubah mempunyai rongga udara sehingga mempunyai daya serap tinggi. Kecepatan proses penyaringan dipengaruhi oleh diameter mediakemampuan media filter untuk dapat dilalui cairan, porositas atau rongga media filter dan ketebalan media filter.
Fungsi dari proses filtrasi:
a.   Menghilangkan partikulat atau koloid yang tidak mengendap setelah dilakukan penggumpalam baik secara kimia maupun biologi.
b.   Menurunkan padatan tersuspensi ,kekeruhan,BOD,COD, Fospor dan sebagainya.
c.   Menghemat penggunaan karbon aktif.

E.  Tinjauan Tentang Karbon Aktif, Zeolit dan Bioball  
1.   Karbon Aktif
Karbon Aktif atau arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap / adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang terbentuk larutan atau uap. Arang aktif dapat dibuat dana bahan yang mengandung karbon baik organik atau anorganik, tetapi yang biasa beredar di pasaran berasal dari tempurung kelapa, kayu, dan batubara. Saat ini, arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, makanan/minuman dan farmasi. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Dalam jumlah kecil digunakan juga sebagai katalisator.

2.   Zeolit
Pada tahun 1984 Professor Joseph V Smith ahli kristalografi Amerika Serikat mendefenisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi.
Unsur utama mineral zeolit terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Zeolit terbentuk karena proses diagenetik, proses hidrotermal dan proses sedimentasi batuan produk gunung api (batuan piroklasik) berukuran debu pada lingkungan danau yang bersifat alkali. Telah diketahui sekitar 50 spesies yang berbeda dari kelompok mineral ini, tetapi hanya 8 mineral zeolit merupakan pembentuk utama endapan volkano-sedimenter, seperti analcim, chabasit, klinoptilolit-heulandit, erionit, ferrit, laumontit mordenit dan phillipsit.
Ditinjau dari siklus penukaran ionnya, media zeolit dapat diregenerasi dengan memakai larutan NaCl, reaksinya sebagai berikut:
Penghilangan Fe dengan Zeolit
NaZ + Fe(HCO3)2 è FeZ + 2 Na(HCO3)
NaZ + Mn(HCO3)2 è MnZ + 2 Na(HCO3)
Regenerasi dengan NaCl
FeZ + NaCl è NaZ + FeCl2
MnZ + NaCl è NaZ + MnCl2

3.   Bioball
Media bio-ball mempunyai keunggulan antara lain mempunyai luas spesifik yang cukup besar, pemasangannya mudah (random), sehingga untuk paket instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kecil sangat sesuai. Keunggulan dari media bioball yaitu karena ringan, mudah dicuci ulang, dan memiliki luas permukaan spesifik yang paling besar di bandingkan dengan jenis media biofilter lainnya, yaitu sebesar 200 – 240 m2/m3. Sedangkan jenis bioball yang dipilih adalah yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm karena bioball jenis ini yang memiliki diameter paling kecil dan dengan bentuknya yang seperti bola (random packing) dapat meminimalkan terjadinya clogging (tersumbat). Bioball ini berfungsi sebagai tempat hidup bakteri – bakteri yang diperlukan untuk menjaga kualitas air. (Said, 2005).






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Gambaran Umum Mengenai TPA Tamangapa
TPA Tamangapa yang berada di Kelurahan Antang, Kec.Manggala, Kota Makassar, merupakan TPA terbesar yang ada di Kota Makassar dengan luas lokasi ± 14.3 Ha.
Penanganan sampah di TPA ini dilakukan dengan metode Open Dumping. Open Dumping adalah metode pembuangan sampah, dimana sampah-sampah itu dibuang begitu saja diatas permukaan tanah secara terbuka.

B.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan pada praktikum kali ini adalah eksperimen.

C.  Waktu Penelitian
1.   Pengambilan Sampel
a.   Hari/Tanggal                         : Rabu, 12 Oktober 2014
b.   Jam Mulai-akhir                    : Pukul. 13.00 – 14.35 WITA
2.   Pengolahan Air Lindi
a.   Hari/Tanggal                         : Rabu – Kamis, 12 – 23 Oktober 2014
b.   Jam Mulai-akhir                    : Pukul. 15.39 – 19.30 WITA
3.   Pemeriksaan Sampel Lindi
a.   Sebelum Pengolahan
1)  Hari/Tanggal                    : Rabu – Jum’at, 12 – 16 Oktober 2014
2)  Jam Mulai – Akhir            : Pukul. 14.35 – 16.45 WITA
b.   Setelah Pengolahan
1)  Hari/Tanggal                    : Jum’at – Selasa, 24 – 28 Oktober 2014
2)  Jam Mulai – Akhir            : Pukul. 13.00 – 16.45 WITA


D.  Tempat   
1.   Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel air lindi ini berada di TPA Tamangapa Kelurahan Antang, Kec.Manggala, Kota Makassar.
2.   Pengolahan Air Lindi
Proses pengolahan air lindi ini dilaksanakan di Bengkel (Work Shop) Kampus Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan
3.   Pemeriksaan Sampel Lindi
Adapun pemeriksaan untuk 4 parameter dilaksanakan di Lab.Terapan Air Kampus Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan

E.  Prosedur Pelaksanaan
1.   Tahap Persiapan Alat dan bahan
a.   Pengolahan Air Lindi
1)  Alat :
a)  Bak Koagulan, sedimentasi, biofilter, dan filtrasi masing –masing 1 buah
b)  Meja                            1 buah                                    
c)  Penyangga                  1 buah
d)  Pipa                             diameter pipa =  ¾ inch
e)  Filtermak                     sesuai dengan kebutuhan
f)   Bioball                         
2)  Bahan :
a)    Air Lindi                      sebanyak 60 liter
b)    Air Limbah                  diambil di kanal sebanyak 60%
c)   
Perb. Yang digunakan adalah 1:4 artinya 1 liter koagulan(tawas+kapur)  : 4 liter lindi
Kapur                                     15 gr
d)    Tawas                        187,5 gr
e)    Karbon Aktif              
f)     Kerang
g)    Zeolit



b.   Pemeriksaan Air Lindi
1)  BOD
a)  Alat :
Ø Gelas ukur 1000 ml                        1 buah
Ø Pipet ukur                                       4 buah
Ø Botol Winkler                                  4 buah
Ø Corong gelas                                  1 buah
Ø Gelas erlenmeyer 250 ml               4 buah
Ø Inkubator atau BOD, suhu 200         1 unit
Ø Spidol                                              1 buah
Ø Buret + statip                                  masing-masing 1 buah
Ø Bulb                                                 1 buah
b)  Bahan :
Ø Air lindi                                            4 ml
Ø MnSo4                                             4 ml
Ø Pereaksi oksigen                            4 ml
Ø H2SO4                                             2 ml
Ø Amilum                                           4 ml
Ø Na2S2O3       0,025 N                                              
Ø Air pengencer                                                           

2)  COD
a)  Alat :
Ø Pipet ukur                                      
Ø Pendingin tegak(kondesor)           
Ø Batu didih                                       
Ø Pembakar Bunsen                         
b)  Bahan :
Ø Reagen H2SO4   36 N                            
Ø Larutan K2Cr2O7   0,025 N                 
Ø HgSO4
Ø FAS 0,1 N
Ø Feroin
Ø Ag2SO4

3)  TSS
a)  Alat :
Ø Cawan Gooch                                1 buah
Ø Pompa Vakum                               1 buah
Ø Kertas saring / filter kertas              1 lembar berbentuk bulat
Ø Timbangan analitik                         1 buah
b)  Bahan :
Ø Sampel air lindi

4)  Nitrit
a)  Alat :
Ø Photometer                                                
Ø Gelas ukur
Ø Lumping
b)  Bahan :
Ø Sampel lindi yang akan diperiksa

5)  Suhu  dan pH
a)  Alat :
Ø Termometer (untuk suhu)
Ø Komparator Helige (untuk pH)
b)  Bahan :
Ø BTB(Brom Timbel Biru)
Ø Sampel air lindi

2.   Tahap Pelaksanaan Pengolahan Air Lindi
a.   Pengambilan Sampel Lindi
Pertama dilakukan adalah pengambilan sampel air lindi tepatnya di TPA Tamangapa. Sampel lindi yang diambil sebanyak 7 jergen.




b.   Perancangan Alat
1)  Setelah itu proses perancangan alat untuk proses pengolahan, mulai dari perakitan alat yang mana 1 buah bak untuk equalisasi air lindi disambungkan pipa dan kran.
2)  Menyiapkan 6 bak lainnya dan ditaruh di atas meja.
3)  Ukur volume bak keseluruhan sehingga diperoleh :

c.   Pengujian Kebocoran Alat
Selanjutnya uji kebocoran terhadap masing – masing bak yang telah dirakit tadi, pastikan tidak ada kebocoran pada bak tersebut. Kemudian atur kecepatan alirannya hingga sebesar 1 liter/permenit.
d.   Pembuatan Larutan Koagulan
Buat larutan koagulan yakni campuran antara kapur dan tawas dengan perbandingan 1:4 artinya 1 liter koagulan : 4 liter air lindi. Dimana larutan koagulan diperlukan campuran tawas dan kapur masing – masing sebanyak 12,5 gr dan 1 gr dalam 1 liter air. Kemudian atur kecepatan alirannya sebesar 250 ml/menit.
 
e.   Pencucian Media
Cuci media yang akan digunakan seperti bioball, kerang, karbon aktif dan zeolit hingga benar-benar bersih.

f.    Proses Pengaliran Air Lindi
1)  Isi masing – masing bak dengan media yang telah dicuci, dimana bak biofilter diisi dengan filtermat,kerang, bioball dan pada bak filtrasi di isi filtermat, zeolit, dan karbon aktif.
2)  Lalu pada bak biofilter yang sudah di susun medianya di isi air limbah sebanyak 60% dan beri ruang sebanyak  40% ,disinilah proses awal untuk penumbuhan bakteri. Kemudian tutup bagian atas pada bak pastikan tidak ada ruang untuk masuknya udara. Karena proses  biofilter ini merupakan proses anaerob.
3)  Ambil sampel air lindi, sebelum diolah  ukur PH dan suhu,  isi botol winkler hingga penuh untuk pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan parameter BOD,COD,TSS dan Nitrit.
4)  Kemudian sampel air lindi sebanyak 60 liter diisi pada bak equalisasi dan, lalu dialirkan. Bersamaan dengan itu bak koagulan dialirkan juga.
5)  Biarkan air lindi dan koagulan mengalir sesuai dengan kecepatan yang telah diatur kemudian tunggu sampai beberapa jam hingga bak filtrasi penuh, hitung waktu tinggal dan waktu kontak.
6)  Apabila bak filtrasi sudah  penuh biarkan air mengalir buka kran,  kemudian kran di tutup kembali,biarkan terjadi kontak selama 10 menit, lalu ambil sampel setelah pengolahan isi botol winkler  kemudian bawa sampel ke Laboratorium Terapan Air untuk pemeriksaan 4 parameter.

3.   Tahap Pemeriksaan/Pengamatan  
a.   BOD
1)  Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2)  Beri label pada botol winkler keterangan: AP1, AP2, dan APs1, APs2.
3)  Masukkan air pengencer ke dalam gelas ukur 1000 ml, campur atau tetesi air lindi sebanyak 2 ml, tuangkan kedalam botol winkler AP1 dan AP2 sampai penuh.
4)  Selanjutnya tuangkan air pengencer ke dalam gelas ukur 1000 ml, kemudian pindahkan ke dalam botol winkler APs1 dan APs2 hingga penuh.
5)  Masukkan botol winkler AP1 dan APs1 kedalam inkubator 200C
6)  Ambil MnSO4 dan Pereaksi Oksigen, selanjutnya, tambahkan masing-masing 2 ml MnSO4 di botol winkler AP2 dan APs2, kemudian tambahkan lagi masing-masing 2 ml Pereaksi Oksigen pada botol winkler AP2 dan APs2 terjadi perubahan warna dari jernih menjadi orange pekat kemudian kocok dengan membolak balikkan botol.
7)  Lalu tambahkan 1 ml H2SO4 pada AP2 dan APS2 kocok dengan membolak – balikkan botol hingga endapan dalam botol terlarut dan terjadi perubahan warna menjadi orange jernih.
8)  Dari botol AP2 ukur volume sebanyak 200 ml dan pindahkan ke gelas Erlemenyer 1 yang diberi label V1 sisanya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 2 yang diberi label V2.   
9)  Cara yang sama dari botol APS2 diukur juga sebanyak 200 ml kemudian di masukkan kedalam Erlenmeyer 1 yang diberi label V1  dan sisanya dimasukkan kedalam Erlenmeyer 2  yang diberi label V2.
10)   Masukkan masing-masing 1 ml amilum ke dalam 4 gelas Erlenmeyer dari AP2 (V1 dan V2) dan dari APS2 (V1 dan V)  terjadi perubahan warna dari orange jernih menjadi hitam pekat.
11)   Kemudian titrasi menggunakan Na2S2O3 0,025 N pada masing-masing 4 gelas Erlenmeyer sampai berubah warna dari hitam menjadi jernih hitung hasil titrasi.

b.   COD
1)  siapkan tabung reaksi , satu untuk sampel dan satu untuk aquadest
2)  tambahkan bahan HgSO4 sedikit  ke masing – masing tabung, selanjutnya
3)  tambahkan masing- masing 2 ml air sampel ke tabung yang telah di siapkan begitu juga 2 ml aquadest ke tabung yang telah di siapkan .
4)  lalu tambahkan bahan k2Cr207. Sebanyak 2 ml ke masing – masing tabung .
5)  selanjutnya tambahkan H2SO4 sebanyak 3 ml ke masing- masing tabung,lalu tutup ke 2 tabung tersebut .
6)  terakhir masukan kea lat COD Reactor DBR 001.diamkan selama setengah jam.
7)  Setelah setengah jam kemudian pindahkan kedua cairan tersebut ke gelas Erlenmeyer sesuai tanda untuk sampel dan aquadest, lalu tambahkan 10 ml aquadest ke masing- masing gelas Erlenmeyer
8)  Lalu tambahkan indikator feroin sebanyak satu tetes.
9)  Titrasi dengan FAS 0,1 N hingga hijau – biru menjadi coklat – merah .

c.   TSS
1)  Panaskan kertas filter didalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam
2)  Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang berat kosong dari kertas filter tersebut dengan menggunakan neraca analitik.
3)  Selanjutnya kertas filter yang sudah di timbang dimasukkan kedalam pompa vakum (alat penyaringan). Kemudian ambil 50 ml contoh air dan masukkan ke pompa vakum, lalu saring dengan sistem vakum(pompa).
4)  Ketika contoh air yang ada di pompa vakum habis, ambil kembali kertas filternya lalu taruh di cawan gooch masukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam.
5)  Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang kertas saring tersebut yang telah terisi dengan dengan padatan.
6)  Setelah itu hitung persen penurunannya dengan menggabungkan hasil sebelum pengolahan dan setelah pengolahan.
7)  Gunakan rumus mg/l Zat Padat Total = (a – b) x 1000
        C.A
Dengan :  a = berat cawan dan residu isi setelah pemanasan
                 b = berat cawan kosong setelah pemanasan
                 C.A = Volume Contoh Air

d.   Nitrit
1)  Siapkan alat dan bahan
2)  Encerkan sampel pada air 100 ml
3)  Gerus tablet nitrit hingga halus menggunakan lumping
4)  Masukkan air sampel yang telah di encerkan ke dalam tabung sampel dan tambahkan genusan nitrit, kocok hingga rata dan diamkan 10 menit
5)  Nyalakan photometer
a)  Tekan power lalu pilih photo O24 nitrite Nitrogen
b)  Lalu tekan OK
c)  OK sampai muncul tulisan blangking
d)  Baru insert sampel
e)  Tunggu sampai reading
f)   Dan muncul hasil sampel yaotu (O mg/l)

e.   pH
Ambil sampel,lalu tetesi BTB ke dalam air sampel kemudian ukur indikator PH yang menghampiri warna yang sama.

f.    Suhu
Celupkan termometer suhu kedalam sampel tunggu selama 5 menit kemudian baca suhu.


4.   Tahap Analisa
a.   BOD
Prinsip analisa BOD adalah Oksigen yang terkandung dalam air akan dioksidasi MnSO4  sehingga terjadi endapan MnO2 . Dengan penambahan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang ekivalen dengan oksigen terlarut dan ditambahkan H2SO4 sebagai katalis reaksi, Iodin yang dibebaskan tersebut di analisa dengan metode iodimetri dengan larutan standar thiosulpat.
b.   COD
Zat organik dan anorganik dioksidasi dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4 dan HgSO4. Kelebihan K2Cr2O7 dititrasi dengan ammonium ferosulfat dan indikator veroin sampai terbentuk warna coklat sebagai titik akhir.
c.   TSS
Bila zat padat dalam sampel dipisahkan dengan menggunakan kertas filter atau filter fiber glass (serabut kaca) dan kemudian zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan  pada suhu ±1050C, maka berat residu sesudah pengeringan adalah zat padat tersuspensi.
d.   Nitrit
Nitrit NO2- ditentukan secara kolorimetris dengan alat spektrofotometer. Pada Ph 2,0 sampai 2,5, nitrit berkaitan dengan hasil reaksi antara diazo asam sulfanilik dan N- (1-naftil)- etilendiamin  (yaitu, NED dihidroklorida, maka akan terbentuk celupan yang berwarna ungu kemerah-merahan. Warna tersebut mengikuti hukum Beer-Lambert dan menyerap sinar dengan panjang gelombang 543 nm. Metoda kolorimetris terdebut sangat peka, sehingga biasanya perlu pengenceran sampel. Selain itu metoda ini, tidak ada cara analisa lain yang dapat dianggap bersifat baku.

F.  Gambar Proses Pengolahan Air Lindi
Gambar 1.Proses Pengolahan Air Lindi (Tampak Samping)
Keterangan :
Bak I (Equalisasi)  : Air Lindi                                            
Bak II                     : Koagulan
Bak III                    : Koagulasi
Bak IV                   : Sedimentasi
Bak V                    :                       = Bioball
= Filtermat
=Kerang
=Filtermat
= Keranjang Lumpur



Bak VI                   :                       = Karbon
= filtermat
=Zeolit
=Filtermat
= Keranjang Lumpur

Bak VII                  : Hasil

                                                     
     
                                                     
                             
























BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.  Hasil
Berdasarkan praktikum terhadap Pengolahan Air Lindi diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1 . Hasil pemeriksaan kadar BOD, COD, TSS, dan Nitrit dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit,   volume bak 201,825 liter.
No
Parameter
Kadar
Keterangan
Sebelum Pengolahan
Setelah Pengolahan
1
BOD520
2046 mg/l
1878 mg/l
Tdk memenuhi syarat
2
COD
1152 mg/l
756 mg/l
Tdk Memenuhi syarat
3
TSS
0,032 mg/l
0,026 mg/l
Memenuhi Syarat
4
Nitrit
0 mg/l
0 mg/l
Memenuhi Syarat


2.  Pembahasan
a.  Tabel 2. Penurunan dan Persentase pemeriksaan kadar BOD, COD, TSS, dan Nitrit dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit,  waktu kontak  volume bak 201,825 liter.

NO

Parameter
Kadar
Penurunan
A-B
Persentase
%
Sebelum (A)
Sesudah (B)
1
BOD520
2046 mg/l
1878 mg/l
168 mg/l
8,21
2
COD
1152 mg/l
756 mg/l
396 mg/l
34,37
3
TSS
0,032 mg/l
0,026 mg/l
0.006 mg/l
18,75
4
Nitrit
0 mg/l
0 mg/l
0 mg/l
0



b.  Analisa Hasil
1)  BOD
Berdasarkan hasil praktikum di atas jika dianalisis secara deskriptif maka dapat dilihat terjadi penurunan BOD pada air lindi yang telah melalui proses pengolahan dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi, terjadi penurunan sebesar 168 mg/l yang mana penurunannya belum memenuhi standar berdasarkan Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, karena kadar maksimumnya harus sebesar 50 mg/l sehingga jika langsung dilakukan pembuangan ke lingkungan maka dapat menyebabkan pencemaran. Dan jika ditinjau dari persentase, penurunannya hanya 8,21% ini dipengaruhi oleh efektifitas dari bakteri pada bak biofilter anaerobnya masih minim.
Namun, pengolahan lindi (leachate) dengan metode ini dapat menurunkan kadar BOD, ini disebabkan oleh adanya pembentukan koloidal dari bahan organik yang bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan kemudian mengendap. Penurunan juga akibat adanya perombakan bahan organik oleh bakteri anaerobik pada bak biofilter anaerob, sehingga kadar BOD dalam Leachate semakin menurun.
 Dari praktikum ini dapat diketahui bahwa pengolahan Leachate dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi  dengan waktu tinggal dapat menurunkan bahan organik dalam Leacate, namun bila di bandingkan dengan Baku mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, hasilnya belum sesuai.

2)  COD
Berdasarkan hasil praktikum ini penurunan kadar COD pada air lindi yang telah melalui proses pengolahan dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi sebesar 396 mg/l yang penurunannya ini belum memenuhi standar seprti yang disyaratkan  berdasarkan Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, karena kadar maksimumnya yaitu 30 mg/l. Dan persentase penurunan dari COD pada praktikum ini adalah 34,37%.
Berdasarkan teori mengenai COD, penurunan COD terjadi karena pada proses pengolahan zat – zat organik yang secara alamiah dapat teroksidasi dan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air oleh larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4  dan HgSO4 yang mana fungsi dari masing-masing reaksi tersebut, yaitu: Ag2SO4 untuk Katalisator untuk mempercepat reaksi,  HgSO4 untuk menghilangkan gangguan yang pada umumnya terdapat dalam air buangan, dan K2Cr2O7 untuk menetukan berapa O2 yang telah terpakai melalui titrasi FAS.
Dari praktikum ini dapat diketahui bahwa metode ini berfungsi baik karena penurunannya sudah lumayan tapi jika dilihat dari standar Baku mutu Air limbah belum memenuhi syarat sehingga perlu diperhatikan lagi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi hasil dari pengolahan.

3)  TSS
Berdasarkan praktikum yang dilakukan hasil yang didapatkan dari parameter TSS didapatkan penurunan sebesar 0,006 mg/l dimana penurunannya ini sudah memenuhi standar berdasarkan  Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, karena maksimum yang distandarkan adalah 30 mg/l. Dan persentase penurunan dari TSS ini adalah 18,75%.
Adapun perbedaan kadar TSS sebelum dan sesudah pengolahan tidak jauh beda ini dipengaruhi oleh proses pemeriksaan sampel  setelah pengolahan bahan air lindi tumpah sehingga hasil TSS setelah pengolahan hanya sedikit penurunan.
Namun berdasarkan  SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003 tentang Standar Baku Mutu Air Limbah memenuhi, meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa unit pengolahan air lindi yang ada masih efisien dalam pengolahannya dan masih aman jika dibuang ke lingkungan sekitar.



4)  Nitrit
Berdasarkan hasil praktikum yang kami, dapat dianalisa bahwa air lindi yang telah diolah kadar nitrit  tidak mengalami penurunan, hal ini berdasarkan teori Nitrit (NO2-) mengalami masa peralihan untuk menjadi nitrat sehingga kadar nitritnya tidak mengalami perubahan.
Sehingga dapat memenuhi standar berdasarkan  Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, yaitu maksimal 1 mg/l.

c.   Grafik penurunan
Grafik di atas merupakan penurunan dari Proses Pengolahan air lindi









BAB V
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari praktikum ini didapatkan :
1.   Kadar Penurunan BOD = 8,21%
2.   Kadar Penurunan COD = 34,4 %
3.   Kadar Penurunan TSS = 18,75 %
4.   Tidak ada Penurunan Nitrit = 0%

B. SARAN
1.   Dalam pemeriksaan BOD, proses penitrasian harus dilakukan dengan baik karena ketika proses titrasi kurang maksimal maka akan mempengaruhi hasil dari perhitungan BOD.
2.   Sistem pengolahan sampah yang ada di TPA Tamangapa perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar air lindi yang dihasilkan tidak terlalu berdampak kepada lingkungan.
3.   Penelitian ini bisa digunakan sebagai alternatif dalam pengolahan lindi TPA Tamangapa agar dapat memberikan sumbangsi yang lebih bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat luas.








DAFTAR PUSTAKA
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-10.pdf  (diakses pada 24 – 11 – 2014 )
Khaer, Ain.2008. “Kemampuan Sistem Kombinasi Aerasi Kincir Silang Dengan Filtrasi Karbon Aktif Dan Mangan Zeolit Granular Dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur (Eksperimen)”. Makassar:  Jurusan  Kesehatan Lingkungan Poltekkes Depkes. (KTI).















Lampiran

A.  Lampiran Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003
Parameter
Satuan
Besaran
Temperatur
C
30
TDS
mg/L
2000
TSS
mg/L
30
pH
6-9
Besi (Fe) m
mg/L
5
Fluorida (F)
mg/L
2
Amoniak bebas (NH3-N)
mg/L
0,1
Nitrat, sebagai N
mg/L
20
Nitrit, sebagai N
mg/L
1
BOD
mg/L
50
COD
mg/L
30
Fenol
mg/L
0,5
MBAS
mg/L
5
Minyak&Lemak
mg/L
10

B.  Lampiran Foto Pada saat Praktikum
1.   Pengambilan Sampel Air Lindi di TPA Tamangapa, Kelurahan Antang, Kec.Manggala, Kota Makassar.
















2.   Pencucian Media








3.   Proses Pembersihan Bak







4.   Pengukuran kecepatan aliran
















5.   Pengukuran Suhu dan pH













6.   Pemisahan sampel yang akan diperiksa di Lab.Terapan











7.   Proses Pengaliran Air Lindi









8.   Proses pemeriksaan BOD













9.   Proses Pemeriksaan TSS dengan menggunakan pompa vakum dan pengukuran kertas filter dengan neraca analitik



Pengolahan Air Lindi dengan Kombinasi Koagulasi, Biofilter Anaerob dan Filtrasi

Written on 15.54.00 by Unknown

Mata Kuliah        : PTPS – A  
Dosen                 : Ain Khaer, SST.,M.Kes
Juherah, SKM.,M.Kes
Samson B Supeno, ST.,M.Si
Instruktur             :Stientje, SKM.,M.Kes
Musran, AMD.KL
 

“Laporan Praktikum Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan
Filtrasi Limbah TPA Tamangapa”






EVI NURSYAFITRI
PO.71.4.221.13.2.012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2014


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
            Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
“Laporan Praktikum Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi Limbah TPA Tamangapa” ini dapat selesai dengan tepat waktu. Terwujudnya laporan ini , tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.   Bapak Ain Khaer, SST.,M.Kes selaku dosen pengampu pada mata kuliah PTPS – A, yang telah memberikan ilmu  dan sumbangsinya khususnya pada  proses praktikum dan pembuatan laporan ini.
2.   Orang tuaku tercinta yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun spiritual.
3.   Teman-teman tercinta yang telah sabar untuk meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam menyusun laporan ini.
4.   Dan semua pihak yang telah membantu dalam  menyusun makalah ini.
Dalam laporan ini terdapat hasil mengenai kadar penurunan air lindi berdasarkan 4 parameter, yakni BOD, COD, TSS, dan Nitrit yang telah dilakukan beberapa waktu lalu. Namun dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan penulis dari semua pihak, agar kedepannya lebih baik lagi dalam menyusun laporan.  
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik itu  penulis terlebih kepada pembacanya.
Wasallam
Makassar,    November  2014 


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI  .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang ............................................................................................
B.  Tujuan .........................................................................................................
C.  Manfaat .......................................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.  Pengertian Umum Air Lindi(Leachate) .......................................................
B.  Karakteristik Air Lindi ..................................................................................
C. Parameter Air Lindi .....................................................................................
1.   Parameter Kimia.....................................................................................
2.   Parameter Fisika ....................................................................................
D. Tinjauan Umum Koagulasi, Sedimentasi, Biofilter, Filtrasi..........................
E.  Tinjauan Umum Media Zeolit, Karbon Aktif, Bioball...................................
BAB III METODOLOGI
A.  Gambaran Umum Mengenai TPA Tamangapa .........................................
B.  Jenis Penelitian  ..........................................................................................
C.  Waktu penelitian  ........................................................................................
D.  Tempat ........................................................................................................
E.  Prosedur Pelaksanaan ...............................................................................
F.  Gambar Proses Pengolahan Air Lindi ........................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil Penelitian ...........................................................................................
B.  Pembahasan ...............................................................................................
BAB V PENUTUP
A.  Kesimpulan .................................................................................................
B.  Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
 Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang dengan pesat dan berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, pariwisata, transportasi maupun industri.
Perkembangan industri dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, meningkatkan sampah industri dan sampah domestik yang dihasilkan oleh penduduk sehingga semakin membebani tanah, udara dan sungai yang mengalir dalam wilayah perkotaan. Akibat pertambahan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, jarang sekali dalam suatu wilayah kota di temukan ruang terbuka yang dapat digunakan untuk daerah pemukiman yang layak.
Ini disebabkan karena ruang terbuka tersebut berubah fungsi menjadi tempat pembuangan berbagai macam sampah dari hasil aktivitas manusia,berupa sampah dari kegiatan rumah tangga, perkantoran, lembaga (instansi), pasar, terminal, restoran serta industri. Secara garis besar, sampah perkotaan berasal dari pencemaran yang disebabkan oleh industri dan sektor domestik yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik).
Sampah domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik. Sampah organik berasal dari mahluk hidup yang dapat terdegradasi sedangkan sampah non organik yang tidak dapat terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca, dan lain-lain. Selain sampah organik dan sampah non organik terdapat juga yang disebut sampah berbahaya misalnya: baterai, jarum suntik, dan lain-lain. Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses pembakaran, limbah cair (sampah cair), limbah padat (sampah padat).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola komsumsi suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat tersebut maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan dan semakin banyak jenis sampah yang dihasilkan.Tetapi pada umumnya sebagian besar sampah yang di hasilkan adalah jenis sampah organik (sampah basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
Pengelolaan persampahan di perkotaan merupakan suatu sistem yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai tujuan. Pengolahan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap sampah domestik rumah tangga yang dihasilkannya secara tidak langsung memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang baik, bersih dan sehat.
Sampah padat dari pemukiman merupakan bagian terbesar dari sampah yang timbul di Indonesia. Untuk itu pengolahan sampah pada TPA harus betul-betul sesuai dengan prosedur. Sehingga tidak menimbulkan dampak yang berlebihan bagi lingkungan dan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA tersebut.
Namun sampah padat yang tidak memiliki pengolahan yang baik lama – kelamaan akan mengalami proses dekomposisi, yang mana akan menghasilkan air sampah yang biasa disebut air lindi (leachate) sehingga ketika dibuang langsung ke TPA/lingkungan akan berdampak kepada TPA/lingkungan tersebut, oleh karena itu perlunya dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Atas dasar pemikiran tersebut pada praktikum ini, kami melakukan “Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi Limbah TPA Tamangapa” dengan parameter BOD, COD, TSS, dan nitrit. Sehingga dapat kita ketahui seberapa besar penurunannya dan bisa mengurangi pencemaran terhadap lingkungan, apabila air lindi tersebut diolah dengan baik.  








B.  Tujuan
1.   Tujuan Umum
Untuk mengetahui kualitas air lindi sebelum dan setelah pengolahan.
2.   Tujuan Khusus
a.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter BOD
b.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter COD
c.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter TSS
d.   Untuk mengetahui kadar penurunan dari parameter Nitrit

C.  Manfaat
1.   Sebagai bahan referensi dan masukan bagi para pembaca
2.   Sebagai wahana bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, terutama dalam mengaplikasikan Ilmu Kesehatan Lingkungan di bidang pengolahan air lindi(limbah).













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Pengertian Umum Air Lindi (Leachate)
Air lindi adalah cairan dari sampah yang mengandung unsurunsur terlarut dan tersuspensi. Menurut Dena yang dikutip dari (Damanhuri, 1992), air lindi merupakan cairan yang keluar dari tumpukan sampah, dan ini salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh timbunan sampah. Sampah yang tertimbun di lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) mengandung zat organik, jika hujan turun akan menghasilkan air lindi dengan kandungan mineral dan zat organik tinggi, bila kondisi aliran air lindi dibiarkan mengalir ke permukaan tanah dapat menimbulkan efek negatif bagi lingkungan sekitarnya termasuk bagi manusia.
Air lindi yang berada di permukaan tanah dapat menimbulkan polusi
pada air tanah dan air permukaan, hal ini dikemukakan oleh Ehrig (1993), sebagai berikut :
1.   Air permukaan yang terpolusi oleh air lindi dengan kandungan zat organik tinggi, pada proses penguraian secara biologis akan menghabiskan kandungan oksigen dalam air dan akhirnya seluruh kehidupan dalam air yang tergantung oleh keberadaan oksigen terlarut akan mati.
2.   Air tanah yang terpolusi oleh air lindi dengan konsentrasi tinggi, polutan tersebut akan berada dan tetap ada pada air tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama, karena terbatasnya oksigen terlarut sehingga sumber air yang berasal dari air tanah tidak sesuai lagi untuk air bersih.

B.  Karakteristik Air Lindi
Karakter air lindi atau sangat bervariasi tergantung dari prosesproses yang terjadi di dalam landfill, yang meliputi proses fisik, kimia dan biologis. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses yang terjadi di landfill antara lain: jenis sampah, lokasi landfill, hidrogeologi dan sistem pengoperasian, faktor tersebut sangat bervariasi pada suatu tempat pembuangan yang satu dengan yang lainnya, begitu pula aktivitas biologis serta proses yang terjadi pada timbunan sampah baik secara aerob maupun anaerob. Dengan adanya hal tersebut maka akan mempengaruhi pula produk yang dihasilkan akibat proses dekomposisi seperti kualitas dan kuantitas air lindi serta gas, sebagai contoh bila suatu TPS banyak menimbun sampah jenis organik maka karakter air lindi yang dihasilkan akan mengandung zat organik tinggi, yang disertai bau.
Dari berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik air lindi, pada umumnya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa parameter air lindi yaitu mengandung BOD, COD jauh lebih besar daripada air buangan.
Air lindi yang berasal dari timbunan sampah yang masih baru, biasanya ditandai oleh kandungan asam lemak volatile dan rasio BOD dan COD yang tinggi, sementara air lindi dari timbunan sampah yang lama akan mengandung BOD, COD dan konsentrasi pencemar yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena dari timbunan sampah yang masih baru, biodegradasi umumnya berlangsung cepat yang ditandai dengan kenaikan produksi asam dan penurunan pH air lindi yang mengakibatkan kemampuan pelarutan bahan-bahan pada sampah oleh air menjadi tinggi. Perbandingan BOD dengan COD pada timbunan sampah yang masih baru akan berkisar 0,4 % sampai 0,8 %, nilai akan lebih besar pada fase methanogenesis. Degradasi material sampah di landfill disebabkan karena proses biologi. Perubahan secara fisik dan kimiawi dan juga produksi air lindi dan produksi gas berhubungan langsung dengan aktivitas biologis di dalam landfill.
Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, karena mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik (Suprihatin 2002 in Sulinda, 2004). Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik sangat sulit terurai (Alaerts dan Santika, 1984).
Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut-tidak larut), kondisi tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban,umur), karakteristik sumber air (kuantitas dan kualitas air yang dipengaruhi iklim dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup, ketersediaan nutrien dan mikroba, dan kehadiran in hibitor (Diana, 1992). Selain itu Sulinda (2004) menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroorganisme aerobik dan anaerobik pada lokasi pembuangan sampah dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air lindi.
Sebagian besar limbah yang dibuang pada lokasi pembuangan sampah adalah padatan. Limbah tersebut berasal dari berbagai sumber yang berbeda dengan tipe limbah yang berbeda pula, sehingga setiap air lindi memiliki karakteristik tertentu (Pohland da n Harper, 1985).

C.  Parameter Air Lindi
1.   Parameter Kimia
a.   pH (power Hidrogen)
Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5.
Salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses (industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya) adalah pH, yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH rendah dinamakan ”asam” sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 (netral) adalah harga tengah mewakili air murni (Rahayu, 2009).
pH untuk air terkontamasi adalah 8. Nilai ini menyatakan bahwa pH air bersifat alkalis, pH alkalis sangat mendukung untuk terjadinya laju dekomposisi pada suatu perairan (Effendi, 2003).



b.   DO (Dissolved Oxygen)  
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).

c.   BOD (Biochemical Oxygen Demand)  
BOD atau Kebutuhan Oksigen Biologis ( KOB ) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik secara biologis di dalam air. BOD merupakan ukuran secara tidak langsung dari zat organik dalam limbah. Adanya bahan organik dalam limbah secara alamiah akan mengalami penguraian karena adanya aktifitas bakteri. Aktifitas ini akan menghabiskan sejumlah oksigen, semakin tinggi kadar zat organik yang terkandung dalam air limbah maka kebutuhan oksigen semakin tonggi pula, sehingga oksigen terlarut dalam air limbah akan semakin rendah bahkan dapat habis sama sekali ( nol ). Apabila kebutuhan oksigen tidak seimbang dengan persediaan yang ada dalam air limbah dan bila hal tersebut terjadi, maka kegiatan akan dilanjutkan oleh bkteri anaerobik yang dapat menimbulkan bau busuk dan menghasilkan gas methan 60 – 70 %.
BOD merupakan ukuran utama kekuatan limbah cair. BOD juga merupakan petunjuk/indikator dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya. Secara umum, derajat pengolahan yang dicapai oleh bangunan pengolahan baru di pilih sedemikian rupa sehingga BOD effluent tidak akan menurunkan derajat kandungan oksigen sampai tingkat tertentu pada badan air penerima agar badan air dapat tetap berfungsi sesuai peruntukkannya.
Penentuan derajat pengenceran (P) sesuai dengan taksiran BOD seperti pada tabel berikut,
Jenis air baku
BOD5 perkiraan
(ml sampel yang harus diencerkan sampai menjadi 2 liter
Derajat pengenceran

Air ledeng, air sumur                0 – 8
Air Sungai                                 15
Air Sungai Tercemar                 30
                                                  60


1000
500
250
125

0,5
0,25
0,125
0,0625

Air Drainase tercemar              125
Air Buangan Penduduk            250
Riolering                                   500
Air Buangan Industri                1000
 (Indutri Organis)                      2000
                                                 4000
                                                  dst

60
30
15
8
4
2
dst

0,03
0,015
0,005
0,004
0,002
0,001
dst
     Sumber: Sumestri Santika, 1984
     Catatan : 2000/1000 = pengenceran 2x
                     2000/500 = pengenceran 4x dst

Kebutuhan air pengencer disesuaikan dengan jumlah sampel yang akan diperiksa. Pembuatan air pengencer untuk 1 liter aquades membutuhkan reagen : MgSO4, CaCl2, FeCl­buffer phospat masing – masing 1 ml, 10 mg bubuk inhibitor nitrifikasi, sesuai pH 7,0 ± 0,1. Campuran dikocok lalu diaerasi 1 – 2 jam.
Adapun prinsip analisa dari BOD, yakni oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 (reaksi 4). Dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida atau pereaksi oksigen maka akan dibebaskan iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut (reaksi 5). Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metoda titrasi Iodometris yaitu dengan larutan standart tiosulfat dengan indikator kanji/amilum (reaksi 6).
1.   MnSO4 + 2 KOH             Mn(OH)2 + K2SO4 (reaksi 4a)
2.   Mn(OH)2 + ½ O2                         MnO2 + H2O (reaksi 4b)
3.   MnO2 + KI + 2 H2pH rendah     Mn(OH)2 + I2 + 2KOK (reaksi 5)
4.   I2 + 2 S2O32-                S4O6- + 2I- (reaksi 6)

d.   COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen (mg/l) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat – zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air. Semakin tinggi nilai COD dalam air semakin tinggi pula nilai pencemaran.
COD merupakan ukuran pencemaran air yang disebabkan oleh zat – zat organik yang secara alamiah dapat teroksidasi dan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Berkurangnya oksigen perlahan – lahan akan memunaskan kehidupan air.
Pemeriksaan COD berguna untuk pengolahan air limbah. Dalam percobaan ini Oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat –zat organik dalam air diperoleh dari KmnO4 atau K2Cr2O7  dalam suasana asam.
Adapun prinsip analisa dari COD yaitu zat organik dan anorganik dioksidasi dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4  dan HgSO4. Kelebihan K2Cr2O7  dititrasi dengan amonium ferosulfat dan indikator veroin sampai terbentuk warna coklat sebagai titik akhir titrasi.
1.   Ag2SO4                Katalisator untuk mempercepat reaksi 
2.   HgSO4.                 Menghilangkan gangguan yang pada umumnya terdapat dalam air buangan
3.   K2Cr2O7                    untuk menetukan berapa O2 yang telah terpakai melalui titrasi FAS
4.   I. Feroin                untuk menentukan berakhirnya suatu titrasi dari warna hijau – biru berubah jadi coklat – merah. 
5.   Penambahan 0,4 gr  HgSO4 /20 sampel, apabila kadar Cl > 2000 mg/l
6.   Penambahan Sulfamat 10 mg/l, apabila kandungan NO2 > 2 mg/l

e.   Nitrit
Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah.

2.   Parameter Fisika
a.   TSS (Total Suspended Solid)
Zat padat yang ada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannnya yaitu partikel tersuspensi koloidal dan partikel tersuspensi biasa. Jenis partikel koloidal inilah yang menyebabkan kekeruhan dalam air yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel dari ion – ion dan molekul – molekul tidak pernah keruh. Tersumbatnya lubang – lubang filter akibat zat tersuspensi sehingga tersuspensi akan makan waktu lama. Dalam hal ini sampel dapat disaring melalui bejana isap dan pompa vakum.
Bila terlalu banyak zat tersuspensi atau tertahan dalam filter, jumlah air yang tersangkut dalam zat tersuspensi bertambah sehingga membutuhkan waktu lama dalam penyaringan.
 
b.   Suhu
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).

D.  Tinjauan Mengenai Koagulasi, Sedimentasi,  
1.   Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :

2.   Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pemisahan partikel-partikel melayang di dalam air oleh pengaruh gaya gravitasi atau gaya berat partikel. Berdasarkan tingkat konsentrasi partikel di dalam air limbah dan kecenderungan partikel untuk saling berinteraksi, maka proses sedimentasi dapat digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi sebagai berikut :
Tipe 1     : pengendapan partikel mandiri  (discrete particle settling )
Tipe 2     : pengendapan partikel floc (floculant  -settling )
Tipe 3     : pengendapan secara perintangan  (hindered settling )
Tipe 4     : pengendapan secara pemampatan  (compression settling )

3.   Biofilter
a.   Pengertian
Biofilter dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang diatas suatu media, yang dapat terbuat dari plastik, kerikil, yang di dalam operasinya dapat tercelup sebagian atau seluruhnya, atau yang hanya dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali), dengan membentuk lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut sehingga membentuk lapisan biofilm.
Proses pengolahan air limbah / air lindi dengan biofilter secara garis besar dapat dilakukan dalam kondisi aerob, anaerob atau kombinasi anaerob dan aerob. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob dan aerob merupakan gabungan proses anaerob dan proses aerob.
Proses operasi biofilter secara anaerob digunakan untuk air limbah dengan kandungan zat organik cukup tinggi, dan dari proses ini akan dihasilkan gas methana. Jika kadar COD limbah kurang dari 4000 mg/l seharusnya limbah tersebut diolah pada kondisi anaerob (Herlambang, dkk, 2002).

b.   Proses Biofilter
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen. Biofilter yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm) (herlambang dan Marsidi, 2003).
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter aerobik, suplai udara dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti aerasi samping, aerasi tengah, aerasi merata seluruh permukaan, aerasi eksternal aerasi dengan air lift pump dan aerasi dengan sistem mekanik. Sistem aerasi juga bergantung dari jenis media maupun efisiensi yang diharapkan (Herlambang, dkk, 2002).
Metode biofilter yang terbuat dari bahan anorganik, ringan dan mempunyai luas permukaan spesifik yang tinggi. Semakin tinggi luas permukaan spesifiknya maka jumlah mikroorganisme yang dapat melekat juga semakin banyak.

c.   Kriteria Pemilihan Media Biofilter
Media biofilter termasuk hal yang penting, karena sebagai tempat tumbuh dan menempel mikroorganisme, juga untuk mendapatkan unsur-unsur kehidupan yang dibutuhkannya seperti nutrien dan oksigen. Salah satu kunci penting untuk mendapatkan efluen yang maksimal adalah menggunakan media yang tepat. Media yang digunakan bisa berupa plastik (polivinil klorida), kerikil dan pecahan batu, gambut, kompos, arang aktif, sabut kelapa, humus dan tanah (Nurcahyani, 2006).
Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material organik atau bahan anorganik. Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk paparan (plate) dan bentuk sarang tawon. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah, kerikil, batu marmer dan batu tembikar. Proses pengolahan dengan biofilter dilakukan pengkondisian limbah terlebih dahulu dimana sampai efluen yang berasal dari proses pengolahan mengalami kondisi tunak (steady state) dengan efisiensi penyisihan relatif konstan dengan toleransi 10%.
Valentis dan Lasavre (1990) dalam Herlambang (2002) menyatakan bahwa dalam memilih media biofilter ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
1)  Prinsip-prinsip yang mengatur pelekatan (adhesi) bakteri pada permukaan media dan pembentukan biofilm.
2)  Parameter yang mengendalikan pengolahan limbah.
3)  Sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh paket media biofilter dalam reaktor biologi pada lingkungan spesifik dan sesuai dengan teknik aplikasinya.




4.   Filtasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak sempat diendapakan kedalam bak pengendap dengan mengalirkan air air itu melalui media porous. Untuk media filter bahan harus kuat,tahan lama,tidak mudah berubah mempunyai rongga udara sehingga mempunyai daya serap tinggi. Kecepatan proses penyaringan dipengaruhi oleh diameter mediakemampuan media filter untuk dapat dilalui cairan, porositas atau rongga media filter dan ketebalan media filter.
Fungsi dari proses filtrasi:
a.   Menghilangkan partikulat atau koloid yang tidak mengendap setelah dilakukan penggumpalam baik secara kimia maupun biologi.
b.   Menurunkan padatan tersuspensi ,kekeruhan,BOD,COD, Fospor dan sebagainya.
c.   Menghemat penggunaan karbon aktif.

E.  Tinjauan Tentang Karbon Aktif, Zeolit dan Bioball  
1.   Karbon Aktif
Karbon Aktif atau arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap / adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang terbentuk larutan atau uap. Arang aktif dapat dibuat dana bahan yang mengandung karbon baik organik atau anorganik, tetapi yang biasa beredar di pasaran berasal dari tempurung kelapa, kayu, dan batubara. Saat ini, arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, makanan/minuman dan farmasi. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Dalam jumlah kecil digunakan juga sebagai katalisator.

2.   Zeolit
Pada tahun 1984 Professor Joseph V Smith ahli kristalografi Amerika Serikat mendefenisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi.
Unsur utama mineral zeolit terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Zeolit terbentuk karena proses diagenetik, proses hidrotermal dan proses sedimentasi batuan produk gunung api (batuan piroklasik) berukuran debu pada lingkungan danau yang bersifat alkali. Telah diketahui sekitar 50 spesies yang berbeda dari kelompok mineral ini, tetapi hanya 8 mineral zeolit merupakan pembentuk utama endapan volkano-sedimenter, seperti analcim, chabasit, klinoptilolit-heulandit, erionit, ferrit, laumontit mordenit dan phillipsit.
Ditinjau dari siklus penukaran ionnya, media zeolit dapat diregenerasi dengan memakai larutan NaCl, reaksinya sebagai berikut:
Penghilangan Fe dengan Zeolit
NaZ + Fe(HCO3)2 è FeZ + 2 Na(HCO3)
NaZ + Mn(HCO3)2 è MnZ + 2 Na(HCO3)
Regenerasi dengan NaCl
FeZ + NaCl è NaZ + FeCl2
MnZ + NaCl è NaZ + MnCl2

3.   Bioball
Media bio-ball mempunyai keunggulan antara lain mempunyai luas spesifik yang cukup besar, pemasangannya mudah (random), sehingga untuk paket instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kecil sangat sesuai. Keunggulan dari media bioball yaitu karena ringan, mudah dicuci ulang, dan memiliki luas permukaan spesifik yang paling besar di bandingkan dengan jenis media biofilter lainnya, yaitu sebesar 200 – 240 m2/m3. Sedangkan jenis bioball yang dipilih adalah yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm karena bioball jenis ini yang memiliki diameter paling kecil dan dengan bentuknya yang seperti bola (random packing) dapat meminimalkan terjadinya clogging (tersumbat). Bioball ini berfungsi sebagai tempat hidup bakteri – bakteri yang diperlukan untuk menjaga kualitas air. (Said, 2005).






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Gambaran Umum Mengenai TPA Tamangapa
TPA Tamangapa yang berada di Kelurahan Antang, Kec.Manggala, Kota Makassar, merupakan TPA terbesar yang ada di Kota Makassar dengan luas lokasi ± 14.3 Ha.
Penanganan sampah di TPA ini dilakukan dengan metode Open Dumping. Open Dumping adalah metode pembuangan sampah, dimana sampah-sampah itu dibuang begitu saja diatas permukaan tanah secara terbuka.

B.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan pada praktikum kali ini adalah eksperimen.

C.  Waktu Penelitian
1.   Pengambilan Sampel
a.   Hari/Tanggal                         : Rabu, 12 Oktober 2014
b.   Jam Mulai-akhir                    : Pukul. 13.00 – 14.35 WITA
2.   Pengolahan Air Lindi
a.   Hari/Tanggal                         : Rabu – Kamis, 12 – 23 Oktober 2014
b.   Jam Mulai-akhir                    : Pukul. 15.39 – 19.30 WITA
3.   Pemeriksaan Sampel Lindi
a.   Sebelum Pengolahan
1)  Hari/Tanggal                    : Rabu – Jum’at, 12 – 16 Oktober 2014
2)  Jam Mulai – Akhir            : Pukul. 14.35 – 16.45 WITA
b.   Setelah Pengolahan
1)  Hari/Tanggal                    : Jum’at – Selasa, 24 – 28 Oktober 2014
2)  Jam Mulai – Akhir            : Pukul. 13.00 – 16.45 WITA


D.  Tempat   
1.   Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel air lindi ini berada di TPA Tamangapa Kelurahan Antang, Kec.Manggala, Kota Makassar.
2.   Pengolahan Air Lindi
Proses pengolahan air lindi ini dilaksanakan di Bengkel (Work Shop) Kampus Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan
3.   Pemeriksaan Sampel Lindi
Adapun pemeriksaan untuk 4 parameter dilaksanakan di Lab.Terapan Air Kampus Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan

E.  Prosedur Pelaksanaan
1.   Tahap Persiapan Alat dan bahan
a.   Pengolahan Air Lindi
1)  Alat :
a)  Bak Koagulan, sedimentasi, biofilter, dan filtrasi masing –masing 1 buah
b)  Meja                            1 buah                                    
c)  Penyangga                  1 buah
d)  Pipa                             diameter pipa =  ¾ inch
e)  Filtermak                     sesuai dengan kebutuhan
f)   Bioball                         
2)  Bahan :
a)    Air Lindi                      sebanyak 60 liter
b)    Air Limbah                  diambil di kanal sebanyak 60%
c)   
Perb. Yang digunakan adalah 1:4 artinya 1 liter koagulan(tawas+kapur)  : 4 liter lindi
Kapur                                     15 gr
d)    Tawas                        187,5 gr
e)    Karbon Aktif              
f)     Kerang
g)    Zeolit



b.   Pemeriksaan Air Lindi
1)  BOD
a)  Alat :
Ø Gelas ukur 1000 ml                        1 buah
Ø Pipet ukur                                       4 buah
Ø Botol Winkler                                  4 buah
Ø Corong gelas                                  1 buah
Ø Gelas erlenmeyer 250 ml               4 buah
Ø Inkubator atau BOD, suhu 200         1 unit
Ø Spidol                                              1 buah
Ø Buret + statip                                  masing-masing 1 buah
Ø Bulb                                                 1 buah
b)  Bahan :
Ø Air lindi                                            4 ml
Ø MnSo4                                             4 ml
Ø Pereaksi oksigen                            4 ml
Ø H2SO4                                             2 ml
Ø Amilum                                           4 ml
Ø Na2S2O3       0,025 N                                              
Ø Air pengencer                                                           

2)  COD
a)  Alat :
Ø Pipet ukur                                      
Ø Pendingin tegak(kondesor)           
Ø Batu didih                                       
Ø Pembakar Bunsen                         
b)  Bahan :
Ø Reagen H2SO4   36 N                            
Ø Larutan K2Cr2O7   0,025 N                 
Ø HgSO4
Ø FAS 0,1 N
Ø Feroin
Ø Ag2SO4

3)  TSS
a)  Alat :
Ø Cawan Gooch                                1 buah
Ø Pompa Vakum                               1 buah
Ø Kertas saring / filter kertas              1 lembar berbentuk bulat
Ø Timbangan analitik                         1 buah
b)  Bahan :
Ø Sampel air lindi

4)  Nitrit
a)  Alat :
Ø Photometer                                                
Ø Gelas ukur
Ø Lumping
b)  Bahan :
Ø Sampel lindi yang akan diperiksa

5)  Suhu  dan pH
a)  Alat :
Ø Termometer (untuk suhu)
Ø Komparator Helige (untuk pH)
b)  Bahan :
Ø BTB(Brom Timbel Biru)
Ø Sampel air lindi

2.   Tahap Pelaksanaan Pengolahan Air Lindi
a.   Pengambilan Sampel Lindi
Pertama dilakukan adalah pengambilan sampel air lindi tepatnya di TPA Tamangapa. Sampel lindi yang diambil sebanyak 7 jergen.




b.   Perancangan Alat
1)  Setelah itu proses perancangan alat untuk proses pengolahan, mulai dari perakitan alat yang mana 1 buah bak untuk equalisasi air lindi disambungkan pipa dan kran.
2)  Menyiapkan 6 bak lainnya dan ditaruh di atas meja.
3)  Ukur volume bak keseluruhan sehingga diperoleh :

c.   Pengujian Kebocoran Alat
Selanjutnya uji kebocoran terhadap masing – masing bak yang telah dirakit tadi, pastikan tidak ada kebocoran pada bak tersebut. Kemudian atur kecepatan alirannya hingga sebesar 1 liter/permenit.
d.   Pembuatan Larutan Koagulan
Buat larutan koagulan yakni campuran antara kapur dan tawas dengan perbandingan 1:4 artinya 1 liter koagulan : 4 liter air lindi. Dimana larutan koagulan diperlukan campuran tawas dan kapur masing – masing sebanyak 12,5 gr dan 1 gr dalam 1 liter air. Kemudian atur kecepatan alirannya sebesar 250 ml/menit.
 
e.   Pencucian Media
Cuci media yang akan digunakan seperti bioball, kerang, karbon aktif dan zeolit hingga benar-benar bersih.

f.    Proses Pengaliran Air Lindi
1)  Isi masing – masing bak dengan media yang telah dicuci, dimana bak biofilter diisi dengan filtermat,kerang, bioball dan pada bak filtrasi di isi filtermat, zeolit, dan karbon aktif.
2)  Lalu pada bak biofilter yang sudah di susun medianya di isi air limbah sebanyak 60% dan beri ruang sebanyak  40% ,disinilah proses awal untuk penumbuhan bakteri. Kemudian tutup bagian atas pada bak pastikan tidak ada ruang untuk masuknya udara. Karena proses  biofilter ini merupakan proses anaerob.
3)  Ambil sampel air lindi, sebelum diolah  ukur PH dan suhu,  isi botol winkler hingga penuh untuk pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan parameter BOD,COD,TSS dan Nitrit.
4)  Kemudian sampel air lindi sebanyak 60 liter diisi pada bak equalisasi dan, lalu dialirkan. Bersamaan dengan itu bak koagulan dialirkan juga.
5)  Biarkan air lindi dan koagulan mengalir sesuai dengan kecepatan yang telah diatur kemudian tunggu sampai beberapa jam hingga bak filtrasi penuh, hitung waktu tinggal dan waktu kontak.
6)  Apabila bak filtrasi sudah  penuh biarkan air mengalir buka kran,  kemudian kran di tutup kembali,biarkan terjadi kontak selama 10 menit, lalu ambil sampel setelah pengolahan isi botol winkler  kemudian bawa sampel ke Laboratorium Terapan Air untuk pemeriksaan 4 parameter.

3.   Tahap Pemeriksaan/Pengamatan  
a.   BOD
1)  Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2)  Beri label pada botol winkler keterangan: AP1, AP2, dan APs1, APs2.
3)  Masukkan air pengencer ke dalam gelas ukur 1000 ml, campur atau tetesi air lindi sebanyak 2 ml, tuangkan kedalam botol winkler AP1 dan AP2 sampai penuh.
4)  Selanjutnya tuangkan air pengencer ke dalam gelas ukur 1000 ml, kemudian pindahkan ke dalam botol winkler APs1 dan APs2 hingga penuh.
5)  Masukkan botol winkler AP1 dan APs1 kedalam inkubator 200C
6)  Ambil MnSO4 dan Pereaksi Oksigen, selanjutnya, tambahkan masing-masing 2 ml MnSO4 di botol winkler AP2 dan APs2, kemudian tambahkan lagi masing-masing 2 ml Pereaksi Oksigen pada botol winkler AP2 dan APs2 terjadi perubahan warna dari jernih menjadi orange pekat kemudian kocok dengan membolak balikkan botol.
7)  Lalu tambahkan 1 ml H2SO4 pada AP2 dan APS2 kocok dengan membolak – balikkan botol hingga endapan dalam botol terlarut dan terjadi perubahan warna menjadi orange jernih.
8)  Dari botol AP2 ukur volume sebanyak 200 ml dan pindahkan ke gelas Erlemenyer 1 yang diberi label V1 sisanya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 2 yang diberi label V2.   
9)  Cara yang sama dari botol APS2 diukur juga sebanyak 200 ml kemudian di masukkan kedalam Erlenmeyer 1 yang diberi label V1  dan sisanya dimasukkan kedalam Erlenmeyer 2  yang diberi label V2.
10)   Masukkan masing-masing 1 ml amilum ke dalam 4 gelas Erlenmeyer dari AP2 (V1 dan V2) dan dari APS2 (V1 dan V)  terjadi perubahan warna dari orange jernih menjadi hitam pekat.
11)   Kemudian titrasi menggunakan Na2S2O3 0,025 N pada masing-masing 4 gelas Erlenmeyer sampai berubah warna dari hitam menjadi jernih hitung hasil titrasi.

b.   COD
1)  siapkan tabung reaksi , satu untuk sampel dan satu untuk aquadest
2)  tambahkan bahan HgSO4 sedikit  ke masing – masing tabung, selanjutnya
3)  tambahkan masing- masing 2 ml air sampel ke tabung yang telah di siapkan begitu juga 2 ml aquadest ke tabung yang telah di siapkan .
4)  lalu tambahkan bahan k2Cr207. Sebanyak 2 ml ke masing – masing tabung .
5)  selanjutnya tambahkan H2SO4 sebanyak 3 ml ke masing- masing tabung,lalu tutup ke 2 tabung tersebut .
6)  terakhir masukan kea lat COD Reactor DBR 001.diamkan selama setengah jam.
7)  Setelah setengah jam kemudian pindahkan kedua cairan tersebut ke gelas Erlenmeyer sesuai tanda untuk sampel dan aquadest, lalu tambahkan 10 ml aquadest ke masing- masing gelas Erlenmeyer
8)  Lalu tambahkan indikator feroin sebanyak satu tetes.
9)  Titrasi dengan FAS 0,1 N hingga hijau – biru menjadi coklat – merah .

c.   TSS
1)  Panaskan kertas filter didalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam
2)  Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang berat kosong dari kertas filter tersebut dengan menggunakan neraca analitik.
3)  Selanjutnya kertas filter yang sudah di timbang dimasukkan kedalam pompa vakum (alat penyaringan). Kemudian ambil 50 ml contoh air dan masukkan ke pompa vakum, lalu saring dengan sistem vakum(pompa).
4)  Ketika contoh air yang ada di pompa vakum habis, ambil kembali kertas filternya lalu taruh di cawan gooch masukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam.
5)  Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang kertas saring tersebut yang telah terisi dengan dengan padatan.
6)  Setelah itu hitung persen penurunannya dengan menggabungkan hasil sebelum pengolahan dan setelah pengolahan.
7)  Gunakan rumus mg/l Zat Padat Total = (a – b) x 1000
        C.A
Dengan :  a = berat cawan dan residu isi setelah pemanasan
                 b = berat cawan kosong setelah pemanasan
                 C.A = Volume Contoh Air

d.   Nitrit
1)  Siapkan alat dan bahan
2)  Encerkan sampel pada air 100 ml
3)  Gerus tablet nitrit hingga halus menggunakan lumping
4)  Masukkan air sampel yang telah di encerkan ke dalam tabung sampel dan tambahkan genusan nitrit, kocok hingga rata dan diamkan 10 menit
5)  Nyalakan photometer
a)  Tekan power lalu pilih photo O24 nitrite Nitrogen
b)  Lalu tekan OK
c)  OK sampai muncul tulisan blangking
d)  Baru insert sampel
e)  Tunggu sampai reading
f)   Dan muncul hasil sampel yaotu (O mg/l)

e.   pH
Ambil sampel,lalu tetesi BTB ke dalam air sampel kemudian ukur indikator PH yang menghampiri warna yang sama.

f.    Suhu
Celupkan termometer suhu kedalam sampel tunggu selama 5 menit kemudian baca suhu.


4.   Tahap Analisa
a.   BOD
Prinsip analisa BOD adalah Oksigen yang terkandung dalam air akan dioksidasi MnSO4  sehingga terjadi endapan MnO2 . Dengan penambahan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang ekivalen dengan oksigen terlarut dan ditambahkan H2SO4 sebagai katalis reaksi, Iodin yang dibebaskan tersebut di analisa dengan metode iodimetri dengan larutan standar thiosulpat.
b.   COD
Zat organik dan anorganik dioksidasi dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4 dan HgSO4. Kelebihan K2Cr2O7 dititrasi dengan ammonium ferosulfat dan indikator veroin sampai terbentuk warna coklat sebagai titik akhir.
c.   TSS
Bila zat padat dalam sampel dipisahkan dengan menggunakan kertas filter atau filter fiber glass (serabut kaca) dan kemudian zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan  pada suhu ±1050C, maka berat residu sesudah pengeringan adalah zat padat tersuspensi.
d.   Nitrit
Nitrit NO2- ditentukan secara kolorimetris dengan alat spektrofotometer. Pada Ph 2,0 sampai 2,5, nitrit berkaitan dengan hasil reaksi antara diazo asam sulfanilik dan N- (1-naftil)- etilendiamin  (yaitu, NED dihidroklorida, maka akan terbentuk celupan yang berwarna ungu kemerah-merahan. Warna tersebut mengikuti hukum Beer-Lambert dan menyerap sinar dengan panjang gelombang 543 nm. Metoda kolorimetris terdebut sangat peka, sehingga biasanya perlu pengenceran sampel. Selain itu metoda ini, tidak ada cara analisa lain yang dapat dianggap bersifat baku.

F.  Gambar Proses Pengolahan Air Lindi
Gambar 1.Proses Pengolahan Air Lindi (Tampak Samping)
Keterangan :
Bak I (Equalisasi)  : Air Lindi                                            
Bak II                     : Koagulan
Bak III                    : Koagulasi
Bak IV                   : Sedimentasi
Bak V                    :                       = Bioball
= Filtermat
=Kerang
=Filtermat
= Keranjang Lumpur



Bak VI                   :                       = Karbon
= filtermat
=Zeolit
=Filtermat
= Keranjang Lumpur

Bak VII                  : Hasil

                                                     
     
                                                     
                             
























BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.  Hasil
Berdasarkan praktikum terhadap Pengolahan Air Lindi diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1 . Hasil pemeriksaan kadar BOD, COD, TSS, dan Nitrit dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit,   volume bak 201,825 liter.
No
Parameter
Kadar
Keterangan
Sebelum Pengolahan
Setelah Pengolahan
1
BOD520
2046 mg/l
1878 mg/l
Tdk memenuhi syarat
2
COD
1152 mg/l
756 mg/l
Tdk Memenuhi syarat
3
TSS
0,032 mg/l
0,026 mg/l
Memenuhi Syarat
4
Nitrit
0 mg/l
0 mg/l
Memenuhi Syarat


2.  Pembahasan
a.  Tabel 2. Penurunan dan Persentase pemeriksaan kadar BOD, COD, TSS, dan Nitrit dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit,  waktu kontak  volume bak 201,825 liter.

NO

Parameter
Kadar
Penurunan
A-B
Persentase
%
Sebelum (A)
Sesudah (B)
1
BOD520
2046 mg/l
1878 mg/l
168 mg/l
8,21
2
COD
1152 mg/l
756 mg/l
396 mg/l
34,37
3
TSS
0,032 mg/l
0,026 mg/l
0.006 mg/l
18,75
4
Nitrit
0 mg/l
0 mg/l
0 mg/l
0



b.  Analisa Hasil
1)  BOD
Berdasarkan hasil praktikum di atas jika dianalisis secara deskriptif maka dapat dilihat terjadi penurunan BOD pada air lindi yang telah melalui proses pengolahan dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi, terjadi penurunan sebesar 168 mg/l yang mana penurunannya belum memenuhi standar berdasarkan Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, karena kadar maksimumnya harus sebesar 50 mg/l sehingga jika langsung dilakukan pembuangan ke lingkungan maka dapat menyebabkan pencemaran. Dan jika ditinjau dari persentase, penurunannya hanya 8,21% ini dipengaruhi oleh efektifitas dari bakteri pada bak biofilter anaerobnya masih minim.
Namun, pengolahan lindi (leachate) dengan metode ini dapat menurunkan kadar BOD, ini disebabkan oleh adanya pembentukan koloidal dari bahan organik yang bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan kemudian mengendap. Penurunan juga akibat adanya perombakan bahan organik oleh bakteri anaerobik pada bak biofilter anaerob, sehingga kadar BOD dalam Leachate semakin menurun.
 Dari praktikum ini dapat diketahui bahwa pengolahan Leachate dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi  dengan waktu tinggal dapat menurunkan bahan organik dalam Leacate, namun bila di bandingkan dengan Baku mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, hasilnya belum sesuai.

2)  COD
Berdasarkan hasil praktikum ini penurunan kadar COD pada air lindi yang telah melalui proses pengolahan dengan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi sebesar 396 mg/l yang penurunannya ini belum memenuhi standar seprti yang disyaratkan  berdasarkan Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, karena kadar maksimumnya yaitu 30 mg/l. Dan persentase penurunan dari COD pada praktikum ini adalah 34,37%.
Berdasarkan teori mengenai COD, penurunan COD terjadi karena pada proses pengolahan zat – zat organik yang secara alamiah dapat teroksidasi dan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air oleh larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4  dan HgSO4 yang mana fungsi dari masing-masing reaksi tersebut, yaitu: Ag2SO4 untuk Katalisator untuk mempercepat reaksi,  HgSO4 untuk menghilangkan gangguan yang pada umumnya terdapat dalam air buangan, dan K2Cr2O7 untuk menetukan berapa O2 yang telah terpakai melalui titrasi FAS.
Dari praktikum ini dapat diketahui bahwa metode ini berfungsi baik karena penurunannya sudah lumayan tapi jika dilihat dari standar Baku mutu Air limbah belum memenuhi syarat sehingga perlu diperhatikan lagi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi hasil dari pengolahan.

3)  TSS
Berdasarkan praktikum yang dilakukan hasil yang didapatkan dari parameter TSS didapatkan penurunan sebesar 0,006 mg/l dimana penurunannya ini sudah memenuhi standar berdasarkan  Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, karena maksimum yang distandarkan adalah 30 mg/l. Dan persentase penurunan dari TSS ini adalah 18,75%.
Adapun perbedaan kadar TSS sebelum dan sesudah pengolahan tidak jauh beda ini dipengaruhi oleh proses pemeriksaan sampel  setelah pengolahan bahan air lindi tumpah sehingga hasil TSS setelah pengolahan hanya sedikit penurunan.
Namun berdasarkan  SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003 tentang Standar Baku Mutu Air Limbah memenuhi, meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa unit pengolahan air lindi yang ada masih efisien dalam pengolahannya dan masih aman jika dibuang ke lingkungan sekitar.



4)  Nitrit
Berdasarkan hasil praktikum yang kami, dapat dianalisa bahwa air lindi yang telah diolah kadar nitrit  tidak mengalami penurunan, hal ini berdasarkan teori Nitrit (NO2-) mengalami masa peralihan untuk menjadi nitrat sehingga kadar nitritnya tidak mengalami perubahan.
Sehingga dapat memenuhi standar berdasarkan  Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003, yaitu maksimal 1 mg/l.

c.   Grafik penurunan
Grafik di atas merupakan penurunan dari Proses Pengolahan air lindi









BAB V
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari praktikum ini didapatkan :
1.   Kadar Penurunan BOD = 8,21%
2.   Kadar Penurunan COD = 34,4 %
3.   Kadar Penurunan TSS = 18,75 %
4.   Tidak ada Penurunan Nitrit = 0%

B. SARAN
1.   Dalam pemeriksaan BOD, proses penitrasian harus dilakukan dengan baik karena ketika proses titrasi kurang maksimal maka akan mempengaruhi hasil dari perhitungan BOD.
2.   Sistem pengolahan sampah yang ada di TPA Tamangapa perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar air lindi yang dihasilkan tidak terlalu berdampak kepada lingkungan.
3.   Penelitian ini bisa digunakan sebagai alternatif dalam pengolahan lindi TPA Tamangapa agar dapat memberikan sumbangsi yang lebih bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat luas.








DAFTAR PUSTAKA
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-10.pdf  (diakses pada 24 – 11 – 2014 )
Khaer, Ain.2008. “Kemampuan Sistem Kombinasi Aerasi Kincir Silang Dengan Filtrasi Karbon Aktif Dan Mangan Zeolit Granular Dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur (Eksperimen)”. Makassar:  Jurusan  Kesehatan Lingkungan Poltekkes Depkes. (KTI).















Lampiran

A.  Lampiran Standar Baku Mutu Air Limbah menurut SK. Gub. Sulsel No. 14 Tahun 2003
Parameter
Satuan
Besaran
Temperatur
C
30
TDS
mg/L
2000
TSS
mg/L
30
pH
6-9
Besi (Fe) m
mg/L
5
Fluorida (F)
mg/L
2
Amoniak bebas (NH3-N)
mg/L
0,1
Nitrat, sebagai N
mg/L
20
Nitrit, sebagai N
mg/L
1
BOD
mg/L
50
COD
mg/L
30
Fenol
mg/L
0,5
MBAS
mg/L
5
Minyak&Lemak
mg/L
10

B.  Lampiran Foto Pada saat Praktikum
1.   Pengambilan Sampel Air Lindi di TPA Tamangapa, Kelurahan Antang, Kec.Manggala, Kota Makassar.
















2.   Pencucian Media








3.   Proses Pembersihan Bak







4.   Pengukuran kecepatan aliran
















5.   Pengukuran Suhu dan pH













6.   Pemisahan sampel yang akan diperiksa di Lab.Terapan











7.   Proses Pengaliran Air Lindi









8.   Proses pemeriksaan BOD













9.   Proses Pemeriksaan TSS dengan menggunakan pompa vakum dan pengukuran kertas filter dengan neraca analitik